Pages

Subscribe:

Selasa, 22 Januari 2013

makalah DESENTRALISASI PENDIDIKAN(pembahasan 2)


1)      Desentralisasi Manajemen Kurikulum Pendidikan
Desentralisasi manajemen kurikulum berkenaan dengan kemampuan daerah dalam aspek relevansi. Permasalahan relevansi pendidikan selama ini diarahkan pada kurangnya kepercayaan pemerintah pada daerah untuk menata sistem pendidikannnya yang setara dengan kondisi objektif di daerahnya. Situasi ini memacu terciptanya pengangguran lulusan akibat tidak relevannya kurikulum dengan kondisi daerah. Karena itu, desentralisasi kurikulum menjadi alternatif yang harus dilakukan. Pelaksanaan kurikulum muatan local yang selama ini memiliki pertimbangan persentase lebih kecil dari pada kurikulum nasional belum cukup memadai situasi, kondisi dan kebutuhan daerah.
Perubahan yang paling mendasar dalam aspek salah satu contoh desentralisasi manajemen kurikulum, bahwa pendidikan harus mampu mengoptimalkan semua potensi kelembagaan yang ada dalam masyarakat, baik pada lembaga-lembaga pendidikan yang dikelola pemerintah, masyarakat atau swasta. Persyaratan dasar penetapan jenis kurikulum antara lain: (1) Kurikulum dikembangkan berdasarkan minat dan bakat peserta didik; (2) Kurikulum berkaitan dengan karakteristik potensi wilayah setempat misalnya sumber daya alam, ekonomi, pariwisata dan sosial-budaya; (3) Dapat dikembangkan secara nyata sebagai dasar penguatan sktor usaha pemberdayaan ekonomi masyarakat; (4) Pembalajaran berorientasi pada peningkatan kompetensi keterampilan untuk belajar dan bekerja, lebih bersifat aplikatif dan operasional; (5) Jenis keterampilan ditetapkan oleh pengelola program bersama-sama dengan peserta didik, orang tua, tokoh masyarakat, dan mitra kerja.
Dengan demikian, persyaratan utama dalam bobot muatan kurikulum harus mendasar, kuat, dan lebih luas. Mendasar, dalam arti terkait dengan pemberian kemampuan dalam upaya memenuhi kebutuhan mendasar peserta didik sebagai individu maupun anggota masyarakat. Kuat, dalam arti terkait dengan isi dan proses pembelajaran atau penyiapan peserta didik untuk menguasai pengetahuan, sikap dan keterampilan yang kuat, sehingga memiliki kemampuan untuk mandiri dalam meningkatkan kualitas pemenuhan kebutuhan mendasarnya. Luas, dalam arti terkait dengan pemanfaatan dan pendayagunaan potensi dan peluang tersebut didayagunakan baik pada saat proses pembelajaran maupun pada saat penerapan hasil pembelajaran. Ketiga aspek tersebut secra bersama-sama memberikan kemampuan kepada peserta didik untuk dapat menyesuaikan diri terhadap berbagai kemungkinan kondisi, potensi dan peluang yang ada di lingkungannya.
Kompetensi yang dituntut ialah bekal pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan fungsional praktis serta perubahan sikap untuk bekerja dan berusaha secara mandiri, membuka lapangan kerja dan lapangan usaha serta memanfaatkan peluang yang dimiliki, sehingga dapat meningkatkan kualitas kesejahteraannya.
Strategi pembelajaran dirancang untuk membimbing, melatih dan membelajarkan peserta didik agar mempunyai bekal dalam menghadapi masa depannya, dengan memanfaatkan peluang dan tantangan yang ada. Metodologi pengajaran berpegang pada prinsip belajar untuk memperoleh pengetahuan (learning to learn), belajar untuk dapat berbuat atau bekerja (learning to do), belajar untuk dapat hidup bersama dengan orang lain (learning to live together).
Pengembangan kurikulum pendidikan ini harus didasarkan pada perkembangan kehidupan masyarakat, pengembangan jati diri manusia (insane kamil). Isi dan muatan kurikulum pendidikan harus berorientasi pada dimensi-dimensi penguasaan bidang keterampilan, keahlian dan kemahiran berkiprah sebagai anggota keluarga yang hidup bermasyarakat bangsa dan Negara, dan mampu pula berkiprah dalam persaingan global. Misalnya: (1) Kemampuan membaca dan menulis secara fungsional baik dalam bahasa Indonesia maupun salah satu bahasa asing; (2) Kemampuan merumuskan dan memecahkan masalah yang diproses lewat pembelajaran berpikir ilmiah; penelitian (explorative), penemuan (discovery) dan penciptaan (inventory); (3) Kemampuan menghitung dengan atau tanpa bantuan teknologi; (4) Kemampuan memanfaatkan beraneka ragam teknologi diberbagai lapangan kehidupan (pertanian, perikanan, peternakan, kerajinan, kerumahtanggaan, kesehatan, komunikasi-informasi, manufaktur dan industry, perdagangan, kesenian, pertunjukkan dan olahraga); (5) Kemampuan mengelola sumberdaya alam, sosial, budaya dan lingkungan. Merujuk pendekatan tersebut, dari sisi kelompok sasaran pada dasarnya tidak hanya terbatas untuk pesera didik usia dewasa yang siap untuk berusaha mencari nafkah. Nilai yang terkandung dan arah dari orientasi dari kedua konsep tersebut memungkinkan juga untuk dikuasai oleh usia anak-anak dan pra dewasa. Hal ini didasarkan pada aspek filosofis, sosial –budaya dan psikologis yang dijadikan landasan dari ketiga aspek tersebut.
Filosofis, mengandung arti bahwa pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilakukan dilingkungan keluarga, formal dan non formal. Sosial Budaya, mengandung arti bahwa nilai-nilai berikut kelembagaan sosial dan budaya yang ada dan berkembang di masyarakat dijadikan sumber isi kurikulum dan arena penerapan hasil pembelajaran. Psikologis, mengandung arti mengoptimalkan segenap potensi yang dimiliki individu. Penerapan ketiga konsep tersebut kepada kelompok sasaran melalui proses pendidikan mulai dari usia anak hingga usia dewasa sudah barang tentu perlu mempertimbangkan karaketristik kesiapan belajar masing-masing.
Dalam aspek desentralisasi kurikulum melalui implementasi kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP), kebijakan KTSP yang dilakukan Dinas Pendidikan pada setiap kabupaten/kota, dari aspek responsitas, telah menunjukkan kinerja yang responsive dengan telah mengadakan pelatihan implementasi KTSP bagi guru SD, SMP, SMU dan SMK. Dalam konteks fasilitasi dan pendampingan implementasi kebijakan KTSP, mengandung maksud untuk meneliti perkembangan pelaksanaan suatu program supaya berbagai hal penyimpangan dan kekeliruan dapata ditemukan sejak dini sehingga dapat diperbaiki dan diarahkan secara langsung sedini mungkin sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
Tujuan umum program fasilitas dan pendampingan implementasi KTSP ialah untuk menumbuhkembangkan kapasitas tim (capacity building team) para pelaksana kebijakan KTSP di lingkungan sekolah. Sedangkan tujuan secara khususnya ialah: (1) Dapat memfasilitasi para pengawas, kepala sekolah dan guru dalam implementasi KTSP; (2) Dapat memperoleh gambaran tingkat ketercapaian penerapan hasil pelatihan, atau dampak/pengaruh pelatihan terhadap peningkatan kinerja para pengawas, kepala sekolah dan guru dalam implementasi KTSP di tingkat persekolahan.
Secara umum, program ini mempunyai dampak positif terhadap pengembangan kebijakan dalam upaya pengetasan permasalahan yang dihadapi oleh para pengawas, kepala sekolah dan guru, baik yang berkenaan dengan orientasi wawasan, arah strategi impelementasi program, materi dan evaluasi kegiatan, melalui upaya-upaya perbaikan dan pengembangan sistem, baik yang menyangkut bimbingan teknis (facilitation) maupun pelayanan pelatihan (training services) lebih lanjut.
Dampak tersebut, akan menghasilkan: (1) Rumusan tentang model kerangka atau prosedur implementasi yang dapat dijadikan rujukan dalam penyusunan desain implementasi untuk setiap peran pemeran di lingkungan persekolahan; (2) Desain model kerjasama antara guru, kepala sekolah, dan pengawas sekolah dalam rencana kerja dan program aksi pengembangan KTSP. (3) Desain kerjasama lebih lanjut antara pihak rekanan (para pendamping/fasilitator) dengan instansi-instansi teknis atau kelembagaan pendidikan khususnya dalam setiap implementasi dan pengembangan kebijakan dalam pembangunan pendidikan di daerah.
Program yang direncanakan terdiri dari dua jenis, yaitu (1) program fasilitas, dan (2) program pendampingan. Program fasilitas, dalam bentuk pembekalan dan pelatihan, berkenaan dengan upaya memberikan pengetahuan, membangkitkan semangat dan kemauan, dan pelatih keterampilan teknis tentang: (a) Apresiasi wawasan pengetahuan tentang isi (substansi), proses, dan konteks implementasi kebijakan KTSP; (b) Tugas pokok, fungsi dan pernanan guru, kepala sekolah dan pengawas dalam manajemen implementasi KTSP; (c) Kompetensi-kompetensi yang dibutuhkan masing-masing peran-pemeran dalam manajemen implementasi KTSP di persekolahan; (d) Teknik menyusun program kurikulum dan pembelajaran; (e) Teknik menyusun silabus dan satuan acara pembelajaran; (f)Teknik pengukuran, evaluasi dan pelaporan hasil pembelajaran; (g) teknik supervise, monitoring, evaluasi program kurikulum sekolah; (h) Teknik membina dan mengembangkan kerjasama tim.
Program pendampingan, berupa supervise klinis dan bimbingan teknis, melalui metode dan teknik “applied approach”, mengenai: (a) Intensitas penerapan keterampilan teknis pasca pelatihan; (b) Tingkat kesulitan dan hambatan dalam melaksanakan hasil-hasil pelatihan; (c) Tindakan fasilitas, pembimbingan dan pendampingan dalam mengatasi persoalan dan hambatan dalam implementasi KTSP. tahapan-tahapan berikut. Pertama, tahap fasilitas. Kedua, tahap pendampingan. Ketiga, tahap pelaporan.

2)      Desentralisasi Manajemen Tenaga Kependidikan
Individu maupun organisasi dituntut dapat hidup secara kreatif, responsive, dan inovatif. Kreatif karena individu dan organisasi harus mencari cara terbaik untuk dapat ‘survive’ dalam usahanya bersaing dengan individu dan organisasi lainnya. Responsif agar mendapatkan sumberdaya yang terbaik dan memadai. Dan inovatif agar dapat meningkatkan efisiensi, efektivitas dan produktivitas yang diinginkannya.
Individu maupun organisasi dituntut apat hidup secara jujur, kreatif, responsive, dan inovatif dan transparan. Jujur karena setiap individu dalam organisasi mempunyai moralitas, agama dan keyakinan, serta komitmen; kretif karena individu dan organisasi harus mencari cara terbaik untuk dapat ‘suvive’ dalam usahanya bersaing dengan individu dan organisasi lainnya; responsif agar mendapatkan  sumberdaya yang tebaik dan memadai; inovatif agar dapat meningkatkan efisiensi, efektivitas dan produktivitas yang diinginkannya; dan transparan karena harus dipertanggungjawabkan.
Dikaitkan dengan persoalan pelaksanaan desentralisasi dalam manajemen pendidikan, patut dicermati, bahwa paradigm yang terulang dalam kitab UU.No.32/2004 didasarkan pada demokrasi pemerintahan, pemberdayaan aparatur pemerintah dan masyarakat, serta peningkatan pelayanan umum kepada masyarakat. Dan secara operasional, undang-undang tersebut menuju kearah kemandirian segala lapisan masyarakat dalam segala aspeknya, termasuk dalam bidang pendidikan. Persoalan yang mendasar yang patut dipertegas ialah pihak-pihak yang harus berperan dalam pelaksanaan pendidikan. Sekalipun telah disepakati bahwa pelaksanaan pendidikan merupakan tanggungjawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah. Akan tetapi bila dalam praktikannya lebih didomonasi pihak pemerintah. Dengan sendirinya pihak-pihak yang paling bertanggungjawab dalam kegagalan-kegagalan pencapaian tujuan pendidikan ialah pemerintah.

Tugas Manajer Pendidikan
Para manajer pendidikan pada tingkatan pengelola sistem pendidikan nasional adalah seorang policy maker bagi segala kegiatan yang harus dilakukan oleh orang-orang yang terlibat dalam kegiatan pendidikan, baik dilingkungan organisasi sistem pendidikan, maupun pada lingkungan organisasi satuan pendidikan. Demikian pula kegiatan-kegiatan yang menyangkut substansi (bidang garapan) manajemen pendidikan sangat tergantung kepada putusan-putusan yang ditetapkan oleh para manajer pendidikan sebagai pimpinan dan penanggung jawab kegiatan manajemen.
Dengan demikian, upaya pencapaian tujuan pendidikan nasional maupun tujuan kelembagaan sekolah akan banyak dipengaruhi oleh keterampilan-keterampilan (skills) dan wawasan (vision) yang dimiliki oleh manajer pendidikan dalam melaksanakan tugas, peranan dan fungsinya segabai manajer pendidikan. Apabila para manajer pendidikan memiliki visi, wawasan, dan kemampuan-kemampuan profesinal yang dibutuhkan dalam pelaksanaan tugasnya sebagai pimpinan dan penanggung jawab penyelenggaraan pendidikan nasional, akan memungkinkan tercapainya tujuan-tujuan yang diharapkan secara efektif.

3)   Desentralisasi Manajemen Pembiayaan Pendidikan
Pendidikan disamping mempunyai manfaat ekonomi juga mempunyai manfaat sosial-psikologis yang sulit dianalisis secara ekonomi. Namun pendekatan ekonomi dalam menganalisis pendidikan memberikan kontribusi sekurang-kurangnya terhadap dua hal yaitu (1) Analisis efektivitas dalam arti analisis penggunanaan biaya yang dimanfaatkan untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan; (2) Analisis efisiensi penyelenggaraan pendidikan dalam arti perbandingan hasil dengan sjumlah pengorbanan yang diberikan.

0 komentar:

Posting Komentar