Pages

Subscribe:

Rabu, 30 Januari 2013

about KAMMI


SEJARAH BERDIRINYA KAMMI
(KESATUAN AKSI MAHASISWA MUSLIM INDONESIA)

KAMMI berdiri pada tanggal 29 maret 1998 bersamaan dengan diadakannya FSLDK X di Universitas Muhammadiyah Malang. dalam FSLDK Malang ini menetapkan beberapa sasaran yang ingin dicapai, antara lain: membangun pemahaman bersama tentang konsep Dakwah Islamiyah yang dijalankan para LDK, memperkuat ikatan dan jaringan antar LDK dan para aktivisnya, serta menentapkan aksi-aksi riil LDK dalam menyikapi krisis bangsa yang sedang terjadi. Perdebatan seru muncul pada tataran operasionalisasi, yaitu bagaimana LDK mewujudkan sikap pandanganya terhadap permasalahan bangsa yang terjadi, tanpa menyeret lembaga ini ke dalam pusaran politik praktis. Akhirnya, diambil inisiatif jalan tengah yaitu melanjutkan pembahasan mengenai hal ini di luar forum FSLDK yang sudah terjadwalkan sejak semula. Menindaklanjuti hal tersebut dibentuklah tim Formatur yang beranggotakan 8 orang peserta. Tugas utama tim formatu ini adalah membahas dan memformulasikan bentuk respon LDK terhadap krisis nasional yang terjadi. yang pada akhirnya tim Formatur ini juga sampai pada kesepakatan bahwa wadah itu bernama Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI)

SEJARAH KAMMI (Kesatuan Aksi mahasiswa Muslim Indonesia)

FSLDK X diselenggarakan di Universitas Muhammadiyah Malang ( UMM ) pada 25-29 maret 1998. Forum itu dihadiri sekitar 200 orang peserta yang mewakili 69 LDK dari sekitar 64 kampus. Mereka berasal dari kampus-kampus yang ada di jawa, sumatera dan Kalimantan. FSLDK ini mengusung tema ”Pergerakan Mahasiswa Muslim Menuju Transformasi Sosial : upaya peningkatan intelektualitas Aktivitas Dakwah Kampus “Pertemuan yang kepanitiannya ditangani oleh LDK Jamaah AR Fachruddin Universitas Muhammadiyah Malang ( UMM ), menetapkan beberapa sasaran yang ingin dicapai, antara lain : Membangun pemahaman bersama tentang konsep Dakwah Islamiah yang dijalankan para LDK, memperkuat ikatan dan jaringan antara LDK dalam menyikapi krisis bangsa yang sedang terjadi. Untuk pengayaan wawasan para peserta, juga di selenggarakan sesi diskusi panel yang mengahadirkan sejumlah pembicara dari lingkungan LDK.Hal menarik dari sesi diskusi panel ini adalah diundangnya Prof.Dr.Amin Rais dan Letjen Prabowo Subiyanto. Meskipun keduanya berhalangan hadir, tetapi rencana panitia FSLDK X mengundang kedua tokoh ini menarik untuk dicermati. Mengenai Prof.Dr. Amin Rais, alasannya yang dikemukakan adalah mempertimbangkan sikap-sikap kritis yang dilontarkan Amin rais terhadap krisis yang sedang berlangsung dan juga sikap perlawanannya terhadap rezim status quo Orde Baru. Adapun rencana mengundang Letjen Prabowo Subiyanto didasari oleh semangat dialog ABRI-Mahasiswa yang mulai mengemuka pada saat itu. Diharapkan, para peserta FSLDK X bisa menggali pandangan dari petinggi militer terhadap permasalahan yang sedang terjadi dan khususnya bagaimana mereka memandang LDK sebagai kekuatan moral-intelektual mahasiswa muslim. Sidang komisi FSLDK X dibagi dalam komisi politik, Ekonomi, Budaya, Pers dan Jaringan Islam Indonesia. Dari sidang komisi Ekonomi dihasilkan rumusan untuk mensosialisasikan ide Ekonomi Islam yang berorientasi kepada ekonomi kerakyatan, baik dilingkungan kampus maupun ditengah masyarakat. Dari sidang komisi Budaya salah satu rumusan pentingnya adalah tuntutan untuk menciptakan birokrasi yang bersih, jujur, adil dan berwibawa serta menghapuskan budaya korupsi, kolusi dan nepotisme. Adapun komisi politik secara prinsip sepakat bahwa krisis yang sedang terjadi merupakan momentum bagi FSLDK untuk mengemukakan sikap-sikap politiknya secara jelas dan tegas, agar eksistensi FSLDK diakui masyarakat. Salah satu poin menarik dari komisi Politik ini adalah prediksi tentang kekacauan politik yang mungkin terjadi menyusul semakin panasnya kondisi politik nasional. Lalu komisi ini merekomendasikan perlunya LDK melakukan langkah-langkah antisipasi dalam mengahadapi kemungkinan terjadinya kekacauan politik ini. Gagasan Pembentukan KAMMI Seperti disebutkan diatas, diskusi dalam sidang-sidang komisi ternyata diwarnai pembahasan hangat tentang perlunya LDK menyikapi situasi sosial politik yang sedang berkembang. Perdebatan seru muncul pada tataran operasional yaitu bagaiman LDK mewujudkan sikap pandangnya terhadap permasalahan bangsa yang terjadi, tanpa menyeret lembaga ini kedalam pusaran politik praktis. Akhirnya diambil inisiatif jalan tengah, yaitu melanjutkan pembahasan mengenai hal ini diluar forum FSLDK yang sudah terjadwalkan sejak semula. Jalan ini diambil karena sejak awal, panitia tidak secara khusus mengagendakan tema ini. Namun kuat respon para peserta agar LDK menyikapi perkembangan krisis nasional yang sedang terjadi, membuat para pemimpin sidang memutuskan jalan tengah ini.

Menindaklanjuti jalan tengah ini, dibentuklah tim formatur yang beranggotakan 8 (delapan ) orang dari peserta. Mereka adalah :

1. Arianto Pratikno ( ketua Jamaah AR Fachruddin UMM 1997/1998 ), sebagai ketua tim.

2. Badaruddin ( Ketua Forkom LDK Unair 1998/1999 )

3. Andri Yunita Kusumawati ( Forkom LDK Unair )

4. Edi Chandra ( DKM Al-Ghaifari IPB )

5. Faizal Sanusi ( Ketua Kerohanian Islam SM UI 1996/1997 )

6. Muhammad Arif Rahman ( Ketua Jamaah Shalahuddin UGM )

Tugas utama tim formatur ini adalah membahas dan memformulasikan bentuk respon LDK terhadap krisis nasional yang terjadi. Sementara tim ini bekerja, agenda-agenda FSLDK juga terus menjalani sesuai agenda yang telah direncanakan sebelumnya. Kerjanya tim formatur ini menyikapi 2 hal penting yaitu :

1. Sepakat untuk membentuk sebuah wadah khusus bagi para aktivis LDK diluar nasional yang semakinparah, termasuk pada tataran aksi.

2. Sepakat untuk mendeklarasikan wadah baru ini setelah selesainya acara FSLDK X, sehingga wadah ini bukan sebagai salah satu keputusan FSLDK X, tetapi kesepakatan para peserta yang terjadi bersamaan dengan berakhirnya penyelenggaraan FSLDK X.

Tim formatur ini juga sampai pada kesepakatan bahwa wadah ini bernama Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia ( KAMMI ), dengan mendudukkan Fahri Hamzah sebagai ketua umum dan Haryo Setyko sebagai sekretaris umum. Wadah ini kemudian dideklarasikan pada hari ahad, tanggal 29 maret 1998 atau bertepatan 1 Dzulhijjah 1418 H, jam 13.30 wib di Aula Universitas Muhammadiyah Malang (UMM ), beberapa setelah FSLDK X secara resmi ditutup oleh pembantu Rektor 2 UMM. Hasil-hasil keputusan tim formatur dibacakan oleh Ananto Pratikno, ketua Jamaah AR Fachuddin UMM, dihadapan peserta FSLDK nasional X yang saat itu masih tetap berkumpul diruangan. Setelah itu, deklarasi pendirian KAMMI yang tertuang dalam “Deklarasi Malang “ dibacakan oleh Fahri Hamzah yang mendapat amanah sebagai Ketua Umum, dan setelah itu dilakukan penandatanganan piagam deklarasi malang oleh sebagian besar peserta yang hadir.

Kelahiran KAMMI sudah merupakan keniscayaan. Sudah terlalu lama mesjid kampus bergolak, menuntut partisipasi. Para aktifisnya sudah tidak tahan dengan kezaliman rezim Orde Baru yang otoriter. Sebagaimana kita ketahui, pada awal 1980-an setelah pemerintaj melakukan represi luar biasakepada gerakan mahasiswa, muncullah berbagai mesjid dikampus-kampus besar seperti Salman di ITB, Arief Rahmah Hakim di UI, Jama’ah Salahuddin di UGM dll. Masjid kampus semacam ini, dari hari kehari bertambah jumlahnya, dan bertambah pula aktifitasnya. Hal ini kemudian menjadi pola yang fenomental pada awal 90-an… beberapa pengamat gerakan mahasiswa menyebutnya sebagai gerakan mahasiswa yang religius, gerakan ini ditandai oleh kentalnya warna agama ( islam ) dalam setiap kegiatan dan penampilan aktifisnya. Tak lama setelah dideklarasikan, KAMMI melakukan gebrakan aksi perdananya yang mengejutkan, yaitu “ Rapat Umum Mahasiswa dan Rakyat Indonesia “ dilapangan Masjid Al-Azhar, Jakarta, pada tanggal 10 april 1998. Andi Rahmat menyebutkan lima alasan kenapa Aksi perdana ini menjadi fenomenal dan mengejutka, yaitu : v Jumlah massa Aksi yang hadir tergolong besar, yaitu sekitar 20 ribu orang.v Aksi tersebut merupakan Aksi pertama mahasiswa yang dilakukan diluar kampus.v Aksi massa besar diluar kampus itu ternyata berjalan secara tertib dan aman.v Isu utama yang diangkat adalah “ Reformasi Total “ sebagai jalan penyelesaian krisis.v Ini merupakan Aksi pertama mahasiswa yang mampu memobilisasi dan mengkonsolidasi massa rakyat. Dalam aksi ini hadir ibu-ibu rumah tangga, buruh-buruh korban PHK, dan beragam unsur lainnya

ijtihad/ ijma ulama


IJTIHAD DAN IJMA’

I.             Tujuan Umum Dan Tujuan Khusus
                        Setelah mempelajari Bab ini, mahasiswa diharapkan mampu memiliki pemahaman dan pengetahuan tentang ijtihad sebagai sumber hukum islam yang ketiga.secara praktis dan spesifik mahasiswa juga diharapkan mampu menjelaskan pengertian ijtihad secara etimologis dan terminologis, mampu             menyebutkan dan menjelaskan syarat-syarat dan hukum-hukum ijtihad,mampu menyebutkan fungsi dan kedudukan ijtihad ,serta mampu membandingkan perbedaan antara ijtihad dengan ijma”,qiys,istihsan,istihsab,dan maslahan mursalah.

II.          Ijtihad
A.          Pengertian ijtihad
                                    Ijtihad berasal dari kata ijtahada-yajtahidu-ijtihadanyang berarti bersungguh-sungguh,rajin,giat.   Sedangkan secara etimmologis ijtihad berarti berusaha dengan sungguh-sungguh dengan mencurahkan tenaga dan pikiran untuk menetapkan hukum syara’ dari suatu masalah yang bersumber pada Al-Qur’an dan hadist.
                        Menurut imam al Ghajali ijtihad ialah mencurahkan seluruh kemampuan untuk menetapkan hukum syara’ dengan jalan mengeluarkan hukum dari kitab dan sunnah.Banyak masalah yang belum ditetapkan hukumnya di dalam Al-Qur’an maupun As-sunnah,sehingga umat muslim diberi kebebasan untuk menggunakan daya pikirnya dalam rangka manginterprestasi dan menentukan hukum yang belum ada dalam Al-Qur’an maupun As-sunnah.
                                    Dalam Q.S An-nisa ayat 105 Allah menjelaskan bahwa “Sesungguhnya kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan membawa kebenaran,supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah diwahyukan kepadamu”. Nabi muhammad saw juga bersabda “Apabila seorang hakim menetapkan hukum dengan jalan ijtihad,kemudian ia benar,maka ia mendapatkan dua pahala. Namun bila ia menetapkan hukum dengan jalan ijtihad namun salah, maka ia mendapatkan satu pahala”.
                                    Tanpa ada ijtihad banyak masalah yang dihadapi manusia tidak dapat dipecahkan karena tidak ditemukan hukumnya didalam Al-qur’an dan Hadist.Misalnya tentang niat shalat,para ulama sepakat bahwa shalat tidak sah tanpa ada niat.Hasil ijtihad suatu masalah,antara satu mujtahid dengan mujtahid yang lain mungkin berbeda.hal ini disebabkan oleh perbedaan sudut pandang ,berbedanya kondisi masyarakat,dan berbedanya latar belakang disiplin pengetahuan yang dimiliki.Seperti Mazhab Maliki dan Syafi’i menetapkan bahwa niat merupakan rukun shalat.Sedangkan menurut Mazhab Hanafi dan Hambali menetapkan bahwa niat merupakan salah satu syarat shalat.
                                    Hasil ijthad terhadap suatu masalah, antara satu mujtahid dengan mujtahid yang lain mungkin berbeda. Disebabkan karena adanya perbedaan sudut pandang terhadap suatu masalah yang dicarikan hukumnya, berbedanya kondisi masyarakat, dan berbedanya latar belakang disiplin pengetahuan yang dimiliki.

B.           Hukum Ijtihad
                        Hukum ijtihad itu dapat dikelompokkan menjadi;
·        Pardhu A’in untuk berijtihad apabila ada permasalahan yang menimpa dirinya dan jika ditanyakan tentang suatu permasalahan yang belum ada hukumnya.
·        Pardhu Kifayah untuk berijtihad jika permasalahan yang dijukan kepadanya tidak dikhawatirkan akan habis waktunya.
·        Sunnah apabila berijtihad terhadap permasalahan yang baru, baik ditanya maupun tidak.
·        Haram apabila berijtihad terhadap permasalhan yang sudah ditetapkan secara Qat’I, sehingga hasil ijtihad itu bertentangan engan dalil syara.
C.           Syarat-syarat Ijtihad
                        Muslim yang melakukan ijtihad di sebut mujtahid, agar ijtihadnya dapat menjadi pegangan bagi umat, seorang mujtahid harus memenuhi beberapa persyaratan. yusuf Al-qardawi (ahli usul dan fikih), menjelaskan bahwa persyaratan pokok untuk menjadi mujtahid adalah:
·        Memahami Al-qur’an dan asbabun nuzulnya (sebab-sebab turunnya ayat-ayat Alqur’an ), serta ayat-ayat Nasikh (yang menghapus hukum) dan Mansukh (yang dihapus)
·        Memahami hadits dan sebab-sebab wurudnya (munculnya hadits-hadits), serta memahami hadits-hadits nasikh dan mansukh
·        Mempunyai pengetahuan yang mendalam tentang bahasa arab
·        Mengetahui tempat-tempat ijmak
·        Mengetahui usul fikih
·        Mengetahui maksud-maksud syariat
·        Memahami masyarakat dan adat istiadatnya, bersifat adil dan taqwa

Selain delapan syarat tersebut beberapa ulama menambahkan tiga syarat lagi , yaitu:
·         Mendalami ilmu Ushuluddin (ilmu tentang akidah islam )
·         Memahami ilmu mantik (logika ),
·         Mengetahui cabang-cabang fikih



D.           Tingkatan-Tingkatan mujtahid
                        Secara umum tingkatan mujtahid dapat dikelompokkan menjadi;
·        Mujtahid Mutlak atau mustaqil, yaitu seorang mujtahid yang telah memenuhi persyaratan ijtihad secara sempurna dan ia melakukan ijtihad dalam berbagai hukum syara', dengan tanpa terikat kepada mazhab apapun. (mujtahid fard /perseorangan).
·         Mujtahid Muntasib, yaitu mujtahid yang memiliki syarat-syarat ijtihad secara sempurna, tetapi dalam melakukan ijtihad dia menggabungkan diri kepada suatu mazhab dengan mengikuti jalan yang ditempuh oleh mazhab tersebut.
·         Mujtahid Fil Mazahib, yaitu mujtahid yang dalam ijtihadnya mengikuti kaidah yang digunakan oleh imam mazhabnya dan ia juga mengikuti imam mazhabnya dalam masalah furu'. Terhadap masalah-masalah yang belum ditetapkan hukumnya oleh imam mazhabnya, terkadang ia melakukan ijtihad sendiri.
·        Mujtahid Murajjih, yaitu mujtahid yang dalam menetapkan hukum suatu masalah berdasarkan kepada hasil tarjih (memilih yang lebih kuat) dari pendapat imam-imam mazhabnya.

E.           Fungsi Ijtihad dalam Islam
                        Fungsi ijtihad ialah untuk menetapkan hukum sesuatu, yang tidak ditemukan dalil hukumnya secara pasti di dalam A-lqur’an dan hadits.
                        Begitu pula dewasa ini, kehidupan dimulai dari realita. Kita tidak mulai pembaruan dari teks, tidak dari agama, akidah ataupun dari syari`at. Ini adalah metode Islam ketika kita mencermati metode Asbab Al-nuzul (konteks sosial atau sebab-sebab turunnya wahyu), dan nasikh wa al-mansukh (ayat yang menghapus dan ayat yang dihapus).
                        Asbab al-nuzul berarti memperhatikan dan memprioritaskan realita atas teks, memperhatikan pertanyaan daripada jawaban. Seperti ayat-ayat wa yas`alunaka `anil khamr (mereka bertanya kepadamu mengenai khamer/minuman keras), wa yas`alunaka `anil mahid (menstruasi), wa yas`alunaka `anil anfal.. dst. Maka dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwasannya fungsi ijtihad dewasa ini ialah sebagai salah satu cara untuk menentukan hukum islam yang tidak tercantum secara jelas dalm Al-Quran dan Al-Hadist.

F.           Bentuk-Bentuk Ijtihad
                        Ijtihad dibedakan menjadi beberapa bentuk di antaranya adalah, ijma', qisy, istihsan istihsab, dan Maslahah Mursalah.
·        Ijma', yaitu kesepakatan para ulama dalam menetapkan suatu masalah yang tidak   diterangkan dalam Al-Qur'an dan Hadist setelah Rasulullah saw wafat , yang dilakukan dengan cara musyawarah.
·        Qiyas, yaitu menganalogi atau menyamakan permasalahan yang terjadi dengan masalah lain yang sudah ada hukumnya karena ada kesamaan sifat atau alasan.
·         Istihsan, yaitu menetapkan suatu hukum suatu masalah yang tidak dijelaskan secara rinci dalam Al-Qur'an dan Hadist, yang didasarkan atas kepentingan/kemaslahatan umum.
·        Intiqai, yaitu ijtihad untuk memilih salah satu pendapat terkuat diantara beberapa pendapat yang ada. Bentuknya adalah studi komparatif dengan meneliti dalil-dalil yang dijadikan sebagai rujukan. Disebut juga ijtihad selektif.
·        Insyai, yaitu mengambi konklusi hukum baru terhadap suatu permasalahan yang belum ada ketetapan hukumnya. Disebut juga ijtihad kreatif.
·        Istihsab, yaitu meneruskan berlakunya hukum yang telah ada dalil lain yang mengubah hukum tersebut
·        Maslahah mursalah, yaitu perkara yang perlu dilakukan demi kemaslahatan sesuai dengan maksud syara' dan hukumnya tidak diperoleh dari dalil secara langsung dan jelas.

III.       Ijma’
A.           Pengertian Ijma’
                        Ijma’ menurut bahasa adalah ”sepakat atas sesuatu ”, sedangkan ijma’ secara istilah para ulama Ushul fiqh adalah kesempakatan para mujtahid di kalangan umat islam pada suatu masa setelah rasulullah wafat atas hukum syara’ pada peristiwa yang terjadi. Dalam difinisi tersebut bahwa ijma’ baru akan terbentuk apabila ada kesepakatan dari para ulama, dan waktunya sesudah wafat Nabi Muhammad karena pada masa Nabi masih hidup ketetapan hukum langsung merujuk kepadanya akan tetapi setelah beliu wafat harus ada kesepakan dari beberapa ulama.

B.           Rukun Ijma’
·         Adanya beberapa pendapat yang yang menjadi suatu masa tertentu
·         Adanya kesepakatan pendapat semua mujtahid dari kaum muslimin atas suatu hukum syara’ mengenai suatu perkara hukum pada waktu terjadinya tampa memandang tempat, kebangsaan dan kelompok mereka
·         Kesepakatan pendapat itu nyata, baik berupa perkataan atau perbuatan
·         Kesepatan dari seluruh mujtahid itu benar-benar teralisir, apabila hanya sebagian saja dari mereka maka tidak terjadi ijma’. Menurut Abdul Wahab Khalaf ijma ’ tidak mungkin terjadi apabila diserahkan hanya kepada seseorang, dan munkin terjadi apabila diserahkan kepada pemerintah islam, masing-masing ditanya pendapatnya, dan mujtahid mengukapkan pendapatnya dan kebetulan pendapatnya mereka sama, maka pendapat itu menjadi ijma’ dan hukum di ijma’kan itu menjadi hukum syara’ yang wajib di ikuti oleh kaum muslimin.



C.          Macam-macam ijma’
·         Al-Ijma’ As Sarih adalah kesepakatan para mujtahid pada suatu masa atas hukum suatu peristiwa dengan menampilkan pendapatnya masing secar jelas, baik dengan perkatan ataupun dengan tulisan atau dengan perbuatan.
·         Al-Ijma’ As Sukuty adalah jika sebagian mujtahid itu berdiam diri tidak berterus terang mengeluarkan pendapatnya dan diamnya itu bukan karena takut, segan atau karena malu, akan tetapi diamnya itu karena karena betul-betul tidak menangapi atas pendapat yang lain, baik menyetujuai atau menolaknya

D.          Kedudukan dan kehujjahanya.
                     Para ulama menetapkam bahwa kedudukan ijma’ sebagai hujjah terletak dibawah deretan Al Qura’an dan As Sunah. Ijma tidak boleh menyalahi nas yang qat’i jumhur. Ulama mengatatakan bahwa hanya ijma’ sharih saja dapat dijadikan sebagi hujah syari’ah, akan tetapi ulama hanafiah menbolehkan hujah sukuti sebagai menjadi hujjah. Kebanyakan ulama berpendapat nilai kehujjahan ijma’ adalah dzanni.