Pages

Subscribe:

Senin, 30 September 2013

Kaidah Penulisan Soal (Test)

                       Kaidah Penulisan Soal (Test)


                                Written by Ari Julianto



Untuk mengetahui tingkat pencapaian kompetensi, peneliti atauguru dapat melakukan penilaian melalui tes dan non tes. Tesmeliputi tes lisan, tertulis (bentuk uraian, pilihan ganda, jawaban singkat, isian, menjodohkan, benar-salah), dan tes perbuatan yang meliputi: kinerja (performance), penugasan (project) dan hasil karya (product).

I. Pengertian
Menurut Salvia and Ysseldyke (2004: 29), tes adalah seperangkat pertanyaan atau tugas tertentu untuk tujuan jenis respons tertentu yang diinginkan. Tes khususnya berguna dikarenakan tugas dan pertanyaan yang disajikan sama untuk setiap individu.

Menurut Harris dan Cann (1994: 5), tes dikategorikan menjadi
(1) Informal tes
Merupakan cara mengumpulkan informasi mengenai kinerja peserta didik dalam kondisi belajar yang normal.

(2) Formal tes
Merupakan cara mengumpulkan informasi kinerja peserta didik melalui kondisi belajar yang tertentu.

II. Langkah-langkah Pengembangan Tes dan Non Tes
1. Test
(1) menentukan tujuan penilaian,
(2) menentukan kompetensi yang diujikan
(3) menentukan materi penting pendukung kompetensi (urgensi, kontinuitas, relevansi, keterpakaian),
(4) menentukan jenis tes yang tepat (tertulis, lisan, perbuatan),
(5) menyusun kisi-kisi, butir soal, dan pedoman penskoran,
(6) melakukan telaah butir soal.

2. Non Tes
(1) menentukan tujuan penilaian,
(2) menentukan kompetensi yang diujikan,
(3) menentukan aspek yang diukur,
(4) menyusun tabel pengamatan dan pedoman penskorannya,
(5) melakukan penelaahan.


III. Jenis-jenis Tes
Harris dan Cann (1994: 28) menyebutkan beberapa jenis tes,antara lain:
(1) Progress tests, diberikan selama proses belajar.
(2) Summative tests, diberikan di akahir masa belajar.
(3) Entry/placement tests, diberikan untuk mengindikasikan tingkat mana yang sesuai bagi peserta didik.
(4) Diagnostic test, diberikan untuk mengetahui cakupan masalah.
(5) Proficiency tests, diberikan untuk mengetahui kemampuanpeserta didik dalam berbahasa asing.

Menurut Rust and Golombok (2000: 38–47) tes dikategorikan menjadi:
(1) Norm-referenced tests versus criterionreferenced tests
(2) Knowledge-based tests versus person-based tests, dan
(2) Objective tests versus open-ended test

Sedangkan menurut Salvia dan Ysseldyke (2004: 29) menyebutkan ada dua dimensi tes, yakni
(1) Performance standards
Perbandingan antara peserta didik dengan siswa lainnya bisa melalui skor denhgan tes yang sama.
(2) Informational context.
Perbandingan informasi peserta didik dengan siswa lainnya

Menurut Boyle dan Fisher (2007: 14), tes dapat dibedakan menjadi:
1 Norm-referenced assessment,
2 Criterion-referenced assessment,
3 Curriculum-based assessment, dan
4 Dynamic assessment


IV. Syarat Sebuah Tes
Pada umumnya syarat soal yang bermutu adalah
1. Soal harus sahih (valid)
Maksudnya bahwa setiap alat ukur hanya mengukur satudimensi/aspek saja.
2. Soal harus handal.
Maksudnya bahwa setiap alat ukur harus dapat memberikan hasilpengukuran yang tepat, cermat, dan ajeg.


Sedangkan menurut Linn dan Gronlund (1995: 47) tes yang baik harus memenuhi tiga karakteristik, yaitu:
1. Validitas
Artinya ketepatan interpretasi hasil prosedur pengukuran.

Menurut Messick (1993: 16) validitas secara tradisional terdiri dari:
(1) validitas isi, yaitu ketepatan materi yang diukur dalam tes;
(2) validitas criterion-related, yaitu membandingkan tes dengan satu atau lebih variabel atau kriteria,
(3) valitidas prediktif, yaitu ketepatan hasil pengukuran dengan alat lain yang dilakukan kemudian;
(4) validitas serentak (concurrent), yaitu ketepatan hasil pengukuran dengan dua alat ukur lainnya yang dilakukan secara serentak;
(5) validitas konstruk, yaitu ketepatan konstruksi teoretis yang mendasari disusunnya tes.

Menurut Linn dan Gronlund (1995 : 50) validitas terdiri dari:
(1) isi (content),
(2) hubungan kriteria tes (test-criterion relationship),
(3) susunan (construction), dan
(4) konsekuensi (consequences), yaitu ketepatan penggunaan hasil pengukuran.

2. Reliabilitas
Artinya konsistensi hasil pengukuran.
Menurut Ebel dan Frisbie (1991 : 76), faktor yang mempengaruhi reliabilitas yang berhubungan dengan tes adalah:
(1) banyak butir,
(2) homogenitas materi tes,
(3) homogenitas karakteristik butir, dan
(4) variabilitas skor.

3. Usabilitas
Artinya praktis prosedurnya.

Menurut Harris dan Fisher, syarat tes meliputi:
(1) constructive (fokus pada hasil yang ingin dicapai),
(2) reliability (konsistensi pada hasil pengukuran),
(3) validity (sahih)
(4) practicality (praktis dalam segi waktu dan tempat)
(5) accountability (dapat dipercaya dengan memberi laporan hasil tes)

V. Langkah-langkah Penyusunan Butir Soal
(1) menentukan tujuan tes,
(2) menentukan kompetensi yang akan diujikan,
(3) menentukan materi yang diujikan,
(4) menetapkan penyebaran butir soal berdasarkan kompetensi, materi, dan bentuk penilaiannya (tes tertulis: bentuk pilihanganda, uraian; dan tes praktik),
(5) menyusun kisi-kisinya,
(6) menulis butir soal,
(7) memvalidasi butir soal atau menelaah secara kualitatif,
(8) merakit soal menjadi perangkat tes,
(9) menyusun pedoman penskorannya
(10) uji coba butir soal,
(11) analisis butir soal secara kuantitatif dari data empirik hasil uji coba, dan
(12) perbaikan soal berdasarkan hasil analisis.

VI. Kaidah Penulisan Soal Uraian (Essay Test)
1. Materi
     a. Soal harus sesuai dengan indikator.
     b. Setiap pertanyaan harus diberikan batasan jawaban yang diharapkan.
     c. Materi yang ditanyakan harus sesuai dengan tujuan peugukuran.
     d. Materi yang ditanyakan harus sesuai dengan jenjang jenissekolah atau tingkat kelas.

2. Konstruksi
     a. Menggunakan kata tanya/perintah yang menuntut jawaban terurai.
     b. Ada petunjuk yang jelas tentang cara mengerjakan soal.
     c. Setiap soal harus ada pedoman penskorannya.
     d. Tabel, gambar, grafik, peta, atau yang sejenisnya disajikan dengan jelas, terbaca, dan berfungsi.

3. Bahasa
     a. Rumusan kalimat soal harus komunikatif.
     b. Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar (baku).
     c. Tidak menimbulkan penafsiran ganda.
     d. Tidak menggunakan bahasa yang berlaku setempat/tabu.
     e. Tidak mengandung kata/ungkapan yang menyinggung perasaan peserta didik.


VII. Kaidah Penulisan Soal Pilihan Ganda (Multiple Choice)
1. Materi
     a. Soal harus sesuai dengan indikator. Artinya soal harus menanyakan perilaku dan materi yang hendak diukur sesuai dengan rumusan indikator dalam kisi-kisi.
     b. Pengecoh harus bertungsi
     c. Setiap soal harus mempunyai satu jawaban yang benar. Artinya, satu soal hanya mempunyai satu kunci jawaban.

2. Konstruksi
     a. Pokok soal harus dirumuskan secara jelas dan tegas. Artinya, kemampuan/ materi yang hendak diukur/ditanyakan harus jelas, tidak menimbulkan pengertian atau penafsiran yang berbeda dari yang dimaksudkan penulis. Setiap butir soal hanya mengandung satu persoalan/gagasan.

     b. Rumusan pokok soal dan pilihan jawaban harus merupakan pernyataan yang diperlukan saja. Artinya apabila terdapat rumusan atau pernyataan yang sebetulnya tidak diperlukan, maka rumusan atau pernyataan itu dihilangkan saja.

     c. Pokok soal jangan memberi petunjuk ke arah jawaban yang benar. Artinya, pada pokok soal jangan sampai terdapat kata, kelompok kata, atau ungkapan yang dapat memberikan petunjuk ke arah jawaban yang benar.
     d. Pokok soal jangan mengandung pernyataan yang bersifat negatif ganda. Artinya, pada pokok soal jangan sampai terdapat dua kata atau lebih yang mengandung arti negatif. Hal ini untuk mencegahterjadinya kesalahan penafsiran peserta didik terhadap arti pernyataan yang dimaksud. Untuk keterampilan bahasa, penggunaan negatif ganda diperbolehkan bila aspek yang akan diukur justru pengertian tentang negatif ganda itu sendiri.
     e. Pilihan jawaban harus homogen dan logis ditinjau dari segi materi. Artinya, semua pilihan jawaban harus berasal dari materi yang sama seperti yang ditanyakan oleh pokok soal, penulisannya harus setara, dan semua pilihan jawaban harus berfungsi.
      f. Panjang rumusan pilihan jawaban harus relatif sama. Kaidah ini diperlukan karena adanya kecenderungan peserta didik memilih jawaban yang paling panjang karena seringkali jawaban yang lebih panjang itu lebih lengkap dan merupakan kunci jawaban.
      g. Pilihan jawaban jangan mengandung pernyataan “Semua pilihan jawaban di atas salah" atau "Semua pilihan jawaban di atas benar". Artinya dengan adanya pilihan jawaban seperti ini, maka secara materi pilihan jawaban berkurang satu karena pernyataan itu bukan merupakan materi yang ditanyakan dan pernyataan itu menjadi tidak homogen.    
     h.Pilihan jawaban yang berbentuk angka atau waktu harus disusun berdasarkan urutan besar kecilnya nilai angka atau kronologis. Artinya pilihan jawaban yang berbentuk angka harus disusun dari nilai angka paling kecil berurutan sampai nilai angka yang paling besar, dan sebaliknya. Demikian juga pilihan jawaban yang menunjukkan waktu harus disusun secara kronologis. Penyusunan secara unit dimaksudkan untuk memudahkan peserta didik melihat pilihan jawaban.
      i. Gambar, grafik, tabel, diagram, wacana, dan sejenisnya yang terdapat pada soal harus jelas dan berfungsi. Artinya, apa saja yang menyertai suatu soal yang ditanyakan harus jelas, terbaca, dapat dimengerti oleh peserta didik. Apabila soal bisa dijawab tanpa melihat gambar, grafik, tabel atau sejenisnya yang terdapat pada soal, berarti gambar, grafik, atau tabel itu tidak berfungsi.
      j. Rumusan pokok soal tidak menggunakan ungkapan atau kata yang bermakna tidak pasti seperti: sebaiknya, umumnya, kadang-kadang.
      k. Butir soal jangan bergantung pada jawaban soal sebelumnya. Ketergantungan pada soal sebelumnya menyebabkan peserta didik yang tidak dapat menjawab benar soal pertama tidak akan dapat menjawab benar soal berikutnya.

3. Bahasa
a. Setiap soal harus menggunakan bahasa yang sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia. Kaidah bahasa Indonesia dalam penulisan soal di antaranya meliputi:
(1) Pemakaian kalimat:
    (a) unsur subyek,
    (b) unsur predikat,
    (c) anak kalimat;
(2) Pemakaian kata:
    (a) pilihan kata,
    (b) penulisan kata, dan
(3). Pemakaian ejaan
    (a) penulisan huruf,
    (b) penggunaan tanda baca.
b. Bahasa yang digunakan harus komunikatif, sehingga pernyataannya mudah dimengerti warga belajar/peserta didik.
c. Pilihan jawaban jangan yang mengulang kata/frase yang bukan merupakan satu kesatuan pengertian. Letakkan kata/frase pada pokok soal.


VIII. Kaidah Penulisan Soal Tes Perbuatan (Practice Test)
1. Materi
a. Soal harus sesuai dengan indikator (menuntut tes perbuatan: kinerja, hasil karya, atau penugasan).
b. Pertanyaan dan jawaban yang diharapkan harus sesuai.
c. Materi sesuai dengan kompetensi (urgensi, relevansi,kontinuitas, keterpakaian sehari-hari tinggi).
d. Isi materi yang ditanyakan sesuai dengan jenjang jenis sekolah atau tingkat kelas.

2. Konstruksi
a. Menggunakan kata tanya atau perintah yang menuntut jawaban perbuatan/praktik.
b. Ada petunjuk yang jelas tentang cara mengerjakan soal.
c. Disusun pedoman penskorannya.
d. Tabel, gambar, grafik, peta, atau yang sejenisnya disajikan dengan jelas dan terbaca.

3. Bahasa
a. Rumusan kalimat soal komunikatif
b. Butir soal menggunakan bahasa Indonesia yang baku.
c. Tidak menggunakan kata/ungkapan yang menimbulkan penafsiran ganda atau salah pengertian.
d. Tidak menggunakan bahasa yang berlaku setempat/tabu.
e. Rumusan soal tidak mengandung kata/ungkapan yang dapat menyinggung perasaan peserta didik.

IX. Kaidah Penulisan Soal Non Tes
1. Materi
a. Pernyataan harus sesuai dengan rumusan indikator dalam kisi-kisi.
b. Aspek yang diukur pada setiap pernyataan sudah sesuai dengan tuntutan dalam kisi-kisi (misal untuk tes sikap: aspek kognisi, afeksi atau konasinya dan pernyataan positif atau negatifnya).

2. Konstruksi
a. Pernyataan dirumuskan dengan singkat (tidak melebihi 20 kata) dan jelas.
b. Kalimatnya bebas dari pernyataan yang tidak relevan objek yang dipersoalkan atau kalimatnya merupakan pernyataan yang diperlukan saja.
c. Kalimatnya bebas dari pernyataan yang bersifat negatif ganda.
d. Kalimatnya bebas dari pernyataan yang mengacu pada masa lalu.
e. Kalimatnya bebas dari pernyataan yang faktual atau dapat diinterpretasikan sebagai fakta.
f. Kalimatnya bebas dari pernyataan yang dapat diinterpretasikan lebih dari satu cara.
g. Kalimatnya bebas dari pernyataan yang mungkin disetujui atau dikosongkan oleh hampir semua responden.
h. Setiap pernyataan hanya berisi satu gagasan secara lengkap.
i. Kalimatnya bebas dari pernyataan yang tidak pasti seperti semua, selalu, kadang-¬kadang, tidak satupun, tidak pernah.
j. Jangan banyak mempergunakan kata hanya, sekedar, semata-mata. Gunakanlah seperlunya.

3. Bahasa
a. Bahasa soal harus komunikatif dan sesuai dengan jenjang pendidikan peserta didik atau responden.
b. Soal harus menggunakan bahasa Indonesia baku.
c. Soal tidak menggunakan bahasa yang berlaku setempat/tabu.


Referensi
Balitbang Dikbud. 1994. Bahan Penataran Pengujian Pendidikan. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Sistem Pengujian.

Boyle, James dan Stephen Fisher. 2007. Educational Testing, A Competence-Based Approach. London: Blackwell.

Ebel, Robert L. dan Frisbie, David A. 1991. Essentials of Education Measurement. New Jersey: Prentice Hall.

Harris, Michael dan Paul McCann. 1994. Assessment. Handbooks for the English Classroom. London: Macmillan.

Linn, Robert L. and Gronlund, Norman E. 1995. Measurement and Assessment in Teaching. (Seventh Edition). Ohio: Prentice-Hall, Inc.

Messick, Samuel. 1993. “Validity”, Educational Measurement, Third Edition, ed. Robert L. Linn. New York: American Council on Education and Macmillan Publishing Company, A Division of Macmillan, Inc.

Rust, J. and Golombok, S. (2000) Modern Psychometrics: The Science of Psychological Assessment. Second Edition. London: Routledge.

Salvia, J. dan Ysseldyke, J.E. 2004. Assessment in Special and Inclusive Education. Ninth Edition. Boston: Houghton Miffl in Company.


Semoga postingan kali ini bermanfaat bagi kita semua. Amien.

Minggu, 29 September 2013

Dimensions of Social Sciences Research


          Dimensions of Social Sciences Research
 

 Written by Johann Mouton in Basic Concepts in the Methodology of the Social Sciences. 1996. Human Sciences Research Council. South Africa. pp. 7-15.



In terms of this model research in the social sciences would be defined as follows:
Social sciences research is a collaborative human activity in which social reality is studied objectively with the aim of gaining a valid understanding of it.

The following dimensions of research in the social sciences are emphasized in this definition
a. the sociological dimension: scientific research is a joint or collaborative activity;

b. the ontological dimension: research in the social sciences is always directed at an aspect or aspects of social reality;

c. the ideological dimension: as a human activity, research in the social sciences is intentional and goal-directed, its main aim being the understanding of phenomena;

d. the epistemological dimension: the aim is not merely to understand phenomena, but rather to provide a valid and reliable understanding of reality;

e. the methodological dimension: research in the social sciences may be regarded as objective by virtue of its being critical, balanced, unbiased,systematic, and controllable.

Research can be discussed from various perspectives.
a. From the sociological perspective, one is interested in highlighting the social nature of research as a typical human activity — as praxis. The sociological dimension of research cannot be ignored in any analysis of the process of research. In this book we shall refer to sociological factors where we consider that they ought to be taken into account because of their effect on methodological considerations.

b. The ontologial dimension emphasizes that research always has an object — be it empirical or non-empirical. The variety of perspectives of man and society,associated with divergent domain assumptions, leads to a situation where one cannot talk about the research domain of the social sciences. The content of the ontological dimension of research in the social sciences must, as is the case in the other dimensions, be regarded as variable.

c. When one looks at research within the ideological perspective, one wants to stress that research is goal-driven and purposive. Research is not a mechanical or merely automatic process, but is directed towards specifically human goals of understanding and gaining insight and explanation.

d. The epistemological dimension focuses on the fact that this goal of understanding or gaining insight should always be further clarified in terms of what would be regarded as “proper” or “good” understanding. Traditionally ideals of truth and wisdom have been pursued by scientists. More recently other ideals — problem solving, verisimilitude, validity, and so on — have been put forward.The primary aim of research in the social sciences is to generate valid findings, i.e. that the findings should approximate reality as closely as possible.

e. Finally, the methodological dimension of research refers to the ways in which these various ideals may be attained. It also refers to such features as the systematic and methodical nature of research and why such a high premium is placed on being critical and balanced in the process of research.

Sabtu, 28 September 2013

Cara Menulis Latar Belakang (Background of the Study)

                               Cara Menulis Latar Belakang (Background of the Study)

 

             Written by Ari Julianto

Latar Belakang (Background of the Study) merupakan sub-judul awal dari BAB I (CHAPTER I) PENDAHULUAN (INTRODUCTION). Pada bagian ini diuraikan hal yang menjadi latar belakang penelitian ini dilakukan. Uraian dimulai dari hal-hal secara umum yang menjadi latar belakang sesuai dengan topik penelitian, kemudian mengerucut kepada hal-hal secara khusus.

Jika topik penelitian adalah pada perusahaan, maka diuraikan secara khusus kondisi, fakta, dan fenomena yang ditemui di perusahaan yang menyangkut kepada topik penelitian. Fenomena yang dimaksud disini adalah gejala-gejala yang yang mengarah kepada perumusan masalah, misalnya Anda bayangkan seorang pasien yang berobat ke dokter, maka dokter akan melakukan interview untuk mendapatkan gejala atau symptoms (misalnya kepala pening, muntah-muntah, rasa tidak enak dilambung) dan melakukan diagnosa untuk mendapatkan fenomena misalnya tidak ada tanda-tanda alergi. Fenomena inilah yang akan menjadi dasar bagi dokter untuk melakukan perumusan masalah yakni jenis gangguannya.

Dalam Latar Belakang (Background of the Study), hal-hal yang perlu diperhatikan adalah:
a. Uraian latar belakang bersifat umum sesuai dengan topik penelitian,
b. Uraian latar belakang bersifat umum, tetapi lebih khusus dibandingkan dengan paragraf pertama,karena telah memasuki awal topik mengenai teknologi informasi,
c. Uraian latarbelakang bersifat khusus, karena telah mengerucut kepada fenomena-fenomena diperusahaan. Fenomena-fenomena inilah yang akan digunakan sebagai dasar melakukan identifikasi masalah dan sesuatu yang ingin diselesaikan pada penelitian.

Menurut Bowker (2007: 37), pendahuluan umumnya diawali dengan sebuah pernyataan yang umum yang mencerminkan topik atau konteks skripsi/thesis. Disyarankan olehnya juga:
a. Tanyakanlah pada diri Anda sendiri melalui pendahuluan “Who, What, When, Where, How, dan/atau Why?,
b. Masukan juga literatur hasil tulisan dan riset terdahulu berkaiatan dengan topik skripsi/thesis Anda. Anda juga bisa memasukkan mengapa topik riset Anda penting,
c. Arahkan tulisan Anda untuk memperjelas pembaca kemana Anda akan bawa mereka dengan peneiltian tersebut,
d. Di akhir pendahluan, fokus dikerucut menjadi thesis statement. (Anda boleh memulai tulisan Pendahuluan dengan thesis statement.
 

Lebih lanjut, Wallwork (2011: 197) menyarankan bahwa pendahuluan umumnya menjawab sejumlah pertanyaan seperti berikut:
a. Apa permasalahan Anda?
b. Apakah ada solusi yang Anda tawarkan?
c. Jika ada beberapa solusi, yang manakah yang terbaik?
d. Apa batasan utama dalam penelitian Anda?
e. Apa yang Anda harapkan untuk diperoleh nantinya?
f. Sudahkah Anda memperoleh apa yang Anda rencanakan dalam penelitian?

 Menurut panduan Departemen Pendidikan Nasional (2007), Latar Belakang Masalah memaparkan:
a. permasalahan umum yang menjadi landasan fokus masalah yang akan diteliti
b. faktor-faktor yang melatarbelakangi masalah tersebut muncul:
(1) Faktor yang melatarbelakangi permasalahan digambarkan dengan kenyataan yang ada, misalnya kemampuan guru biologi dalam penggunaan metode CTL rendah. Paparkan fakta yang mendukung, seperti hasil pengamatan kita saat melakukan supervisi.

(2) Berilah argumentasi mengapa kemampuan tersebut rendah, misalnya guru kurang berminat untuk mencoba, sulit mengaplikasikan meteri dengan metode, tugas-tugas tidak mendorong aktivitas siswa. Dalam memberi argumentasi ini dilakukan analisis yang didasari suatu bukti nyata berdasarkan pengalaman sendiri saat melakukan obeservasi guru mengajar di kelas.

(3) Berilah argumentasi perkiraan pemecahan yang diharapkan dapat mengatasi masalah, misalnya bila masalah yang dominan adalah teknik pelatihan, maka pilihlah teknik pelatihan yang dianggap dapat meningkatkan kemampuan guru dalam mengajar biologi dengan metode CTL. Contoh, teknik problem solving sebagai upaya peningkatan kemampuan guru menerapkan metode CTL dalam mengajar biologi di SMA.

(4) Berilah argumentasi kelebihan dari teknik Problem Solving, sehingga penelitian diharapkan dapat memecahkan masalah tersebut, atau dengan kata lain dapat menutup atau setidaktidaknya memperkecil kesenjangan itu.
3. Mengerucutkan permasalahan menjadi lebih fokus pada variabel penelitian.

Satu hal yang perlu diingat dan sering diabaikan dalam penulisan Latar Belakang (Background of the Study) adalah:
a. Menyebutkan alasan mengapa Anda memilih variable x (misalnya writing),
b. Menyebutkan alasan mengapa Anda emilih variable y (misalnya process approach),
c. Menyebutkan alasan mengapa Anda memilih jenis penelitian tersebut (misalnya dampak, pengaruh atau the effect, hubungan atau correlation, dan sebagainya)

Pada paragraf akhir, berilah pernyataan tegas mengapa Anda memilih topik judul skripsi/thesis Anda dengan berdasarkan uraian dan penjelasan yang telah disebutkan pada beberapa paragraf sebelumnya.

Jadi, secara ringkas dapat disimpulkan sebagai berikut melalui contoh sebuah judul skripsi.

PENGARUH MOTIVASI KERJA KARYAWAN TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA KARYAWAN PT X DI MEDAN
  • Thesis Statement - Pentingnya produktivitas kerja karyawan untuk meningkatkan hasl produksi di sebuah perusahaan.
  • Dalam kegiatan produksi faktor tenaga kerja (karyawan) mempunyaipengaruh besar.
  • Karyawan pada hakekatnya merupakan salah satu unsur yang menjad sumber daya dalam perusahaan.
  • Agar pekerja dapat melaksanakan tugasnya dengan baik,maka di dalam perusahaan diciptakan sistem manajemen yang dikenal dengan manajemen kepegawaian.
  • Karyawan suatu perusahaan akan dapat bekerja dengan baik dalam menghasilkan suatu barang apabila mereka mempunyai minat dan semangat terhadap pekerjaan tersebut.
  • Dengan demikian diperlukan suatu motivator bagi karyawan yaitu berupa pemenuhan kebutuhan fisik dan non fisik.
  • Definisi Motivasi menurt para ahli.
  • Pentingya motivasi bagi karyawan.
  • Alasan penulis memilih motivasi kerja.
  • Masalah yang dihadapi berupa produktivitas yang menurun di P.T X di Medan.
  • Menunjukkan bukti adanya masalah produktivitas di P.T. X (bila perlu)
  • Alasan penulis memilih pengaruh motivasi kerja karyawan terhadap produktivitas kerja karyawan.

Reference:
Bowker, Natilene. 2007. Academic Writing: A Guide to Tertiary Level Writing Massey University.

Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Penulisan Karya Ilmiah. Direktorat Tenaga Kependidikan, Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kepednidikan: Jakarta.

Wallwork, Adrian. 2011. English for Writing Research Papers. New York: Springer.




Semoga pembahasan kali ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Kamis, 26 September 2013

Differences between Master’s and Doctoral Theses

                            Differences between Master’s 
                                   and Doctoral Theses

Written by Brian Paltridge and Sue Starfiel in Thesis and Dissertation Writing in a Second Language, A handbook for supervisors. 2007. Routledge. New York.pp.55-56.


An important point for students to consider before they write their research proposal is the degree they are writing it for, and what that degree requires of them. A number of writers have discussed differences in expectations between master’s and doctoral theses, and their characterizing features (e.g. Madsen 1992; Elphinstone and Schweitzer 1998; Tinkler and Jackson 2000).

It is important for students to understand these differences at the outset of their research project, as this will impact on the focus and scale of the project they plan to undertake, and, in turn, the research proposal they  write.As Madsen (1992) points out, generally a doctoral thesis has greater breadth, depth and intention than a master’s thesis.

Below is a summary of the distinction he makes between a master’s dissertation and a doctoral thesis.

A master’s dissertation demonstrates:
● an original investigation or the testing of ideas;
● competence in independent work or experimentation;
● an understanding of appropriate techniques as well as their limitations;
● an expert knowledge of the published literature on the topic under investigation;
● evidence of the ability to make critical use of published work and source materials;
● an appreciation of the relationship between the research topic and the wider field of knowledge;
● the ability to present the work at an appropriate level of literary quality.

A doctoral thesis demonstrates:
● all of the above, plus:
● a distinct contribution to knowledge, as shown by the topic under investigation, the methodology employed, the discovery of new facts, or interpretation of the findings.

In scope, the doctoral thesis differs from a master’s research degree by its deeper, more comprehensive treatment of the subject under investigation (Elphinstone and Schweitzer 1998).

A doctoral thesis is also required to demonstrate authority in the area of research. That is, the student is expected to have an expert and up-to-date knowledge of the area of study and research that is relevant to their particular topic.

The thesis also needs to be written in succinct, clear, error-free English. At the doctoral level, examiners are often asked whether the thesis contains material that is in some way worthy of publication. The issue of a ‘distinct contribution to knowledge’ is an important consideration at the doctoral level.

In short, has the writer carried out a piece of work that demonstrates that a research apprenticeship is complete and that the student ‘should be admitted to the community of scholars in the discipline?’

A study carried out by Tinkler and Jackson (2000) in Great Britain found that while there was a large amount of agreement among the  criteria used by universities for defining doctoral theses, the actual examination of the thesis was often conceptualized, and carried out, in rather different ways. It is therefore important for students to be aware of the criteria their university will use for assessing their thesis.

Rabu, 25 September 2013

Teori Ilmiah

                                         Teori Ilmiah

        Written by Ari Julianto


Umumnya sebuah teori mengandung dugaan, spekulasi, anggapan, proposisi, hipotesis, penjelasan, model dan sebagainya. Asal kata Teori dari Bahasa Yunani theorein yang berarti mengamati, mempertimbangkan dan kata bendanya theoría berarti pemerhatian, pengamatan atau observasi.

1. Pengertian Teori

Dalam beberapa kamus, kata teori didefinisikan sebagai berikut:
- Tim redaksi (2008: 1684) 1. Pendapat yg didasarkan pada penelitian dan penemuan, didukung oleh data dan argumentasi; 2. penyelidikan eksperimental yg mampu menghasilkan fakta berdasarkan ilmu pasti, logika, metodologi, argumentasi;  3. Asas dan hukum umum yg menjadi dasar suatu kesenian atau ilmu pengetahuan; 4. pendapat, cara, dan aturan untuk melakukan sesuatu.

- Editorial Team (7389) teori adalah (1) a. pengetahuan yang terorganisir sistematis dalam beragam keadaan luas khususnya sistem asumsi, prinsip yang diterima serta prosedur peraturanyang dipakai untuk menganalisis, memprediksi atau menjelaskan hakikat sebuah fenomena tertentub. (2) Alasan abstrak, spekulasi. (3) suatu keyakinan yang membimbing tindakan atau bantuan untuk memhamai atau menilai sesuatu.(4)suatu asumsi yang didasarkan pada informasi atau pengetahuan terbatas.

2. Unsur-unsur Teori
Di dalam sebuah teori terdapat unsur-unsur yang mengikutinya.
(1) Konsep (Concept)
Sebuah ide yang diekspresikan dengan simbol atau kata. Konsep merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak suatu objek. Melalui konsep diharapkan akan dapat menyederhanakan pemikiran melalui sebuah istilah. Konsep merupakan ide abstrak yang digunakan untuk mengklasifikasi objek-objek yang biasanya dinyatakan dalam suatu istilah kemudian dituangkan dalam contoh dan bukan contoh, sehingga seseorang dapat mengerti konsep dengan jelas. Dengan konsep maka seseorang dapat menggolongkan dunia sekitarnya menggunakan konsep itu.

Konsep itu sendiri dapat digolongkan menjadi tiga bentuk:
a. Ilata
Konsep yang masih sangat umum dan memiliki makna yang sangat luas, misalnya "Sekolah Tinggi"

b. Abstrakta
Konsep yang memiliki makna yang lebih sempit bila dibandingkan dengan ilata "Sekolah Tinggi", misalnya “Ilmu Manajemen dan Informatika”.

c. Konkreta
Konsep yang memiliki makna lebih spesifik bila dibandingkan dengan yang lainnya, misalnya adalah "Jurusan Administrasi" dari Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen dan Informatika.

(2) Ruang Lingkup (Scope)
Sebuah konsep ada yang bersifat abstrak dan yang bersifat kongkret. Teori dengan konsep-konsep yang abstrak dapat diaplikasikan terhadap fenomena sosial yang lebih luas, dibanding dengan teori yang memiliki konsep-konsep yang kongkret.

(3) Keterkaitan (Relationship)
Bagaimana konsep-konsep saling berhubungan dengan menyatakan sebab-akibat atau proposisi. Proposisi adalah sebuah pernyataan teoritis yang memperincikan hubungan antara dua atau lebih variable, memberitahu kita bagaimana variasi dalam satu konsep dipertangggung jawabkan oleh variasi dalam konsep yang lain.

2. Klasifikasi Teori Berdasarkan Dimensi
Menurut Bordens dan Abbott(2008), teori dapat diklasifikasikan menjadi tiga dimensi, antara lain:
(1) Aspek kuantitatif dan kualitatif
(2) Tingkat Deskripsi, dan
(3) Ruang Lingkup atau Domain

3. Pengertian Teori Ilmiah

a. Menurut Ary, et al (2000), teori ilmiah adalah suatu himpunan pengertian (construct atau concept) yang saling berkaitan, batasan, serta proposisi yang menyajikan pandangan sistematis tentang gejala-gejala dengan jalan menetapkan hubungan yang ada di antara variable-variabel, dan dengan tujuan untuk menjelaskan serta meramalkan gejala-gejala tersebut.
b. Teori ilmiah adalah sebuah set proposisi yang terdiri dari konsep-konsep yang telah didefinisikan secara jelas.
c. Teori ilmiah adalah penjelasan mengenai hubungan antar konsep atau variabel.
d. Teori ilmiah adalah penjelasan mengenai fenomena-fenomena dengan cara menspesifikasikan hubungan antar variabel.

4. Kegunaan Teori Ilmiah dalam Penelitian
a. Sebagai acuan dalam pengkajian suatu masalah.
b. Sebagai dasar dalam merumuskan kerangka teoritis penelitian.
c. Sebagai dasar dalam merumuskan hipotesis.
d. Sebagai informasi untuk menetapkan cara pengujian hipotesis.
e. Untuk mendapatkan informasi historis dan perspektif permasalahan yang akan diteliti.
f. Memperkaya ide-ide baru.
g. Untuk mengetahui siapa saja peneliti lain dan pengguna di bidang yang sama.

5. Hubungan teori ilmiah dengan fakta
a. Fakta memprakarsai teori ilmiah.
b. Fakta memformulasikan kembali teori-teori ilmiah.
c. Fakta dapat dijadikan dasar untuk menolak teori ilmiah.
d. Fakta memperjelas teori ilmiah.


Referensi
Ary, Jacobs, dan Razavieh. 2000. Pengantar Penelitian dalam Pendidikan. (Alih Bahasa : Arief Furchan).Surabaya : Usaha Nasional.
Bordens, Kenneth S. and Bruce B. Abbott. 2008. Research Design and Methods A Process Approach. New York:McGraw-Hill.
Editorial Team. 1992. The American Heritage Dictionary of The English Language. Third Edition. Boston: Houghton Miffin.
Tim Redaksi. 2008. Kamus Bahasa Indonesia.Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional

Semoga pembahasan kali ini bermanfaat bagi kita semua. Amien.

Selasa, 24 September 2013

Using Theory in Research

Using Theory in Research

Written by Kenneth S. Bordens and Bruce B. Abbott in Research Design and Methods, A Process Approach. New York. McGraw-Hill, pp. 32-47.
 


1. Definition
A theory is a partially verifi ed statement of a scientific relationship that cannot be directly observed. If the theory is stated formally, this statement consists of a set of interrelated propositions (and corollaries to those propositions) that attempt to specify the relationship between a variable (or set of variables) and some behavior. Not all scientific theories are expressed this way, but most could be.

2. Theory Versus Hypothesis
Students often confuse theory with hypothesis, and even professionals sometimes use these terms interchangeably. However, as usually defi ned, theories are more complex than hypotheses.

3. Theory Versus Law
A theory that has been substantially verifi ed is sometimes called a law. However, most laws do not derive from theories in this way. Laws are usually empirically verifi ed, quantitative relationships between two or more variables and thus are not normally subject to the disconfirmation that theories are.

4. Theory Versus Model
Like theory, the term model can refer to a range of concepts. In some cases, it is simply used as a synonym for theory. However, in most cases model refers to a specific implementation of a more general theoretical view.

5. Classifying Theories

Theories can be classified along several dimensions. Three important ones are
(1) quantitative or qualitative aspect,
(2) level of description, and
(3) scope (or domain) of the theory.

In light of these distinctions, we’ve organized our discussion by posing three questions that you can ask about any theory:
(1) Is the theory quantitative or qualitative?
(2) At what level of description does the theory operate?
(3) What is the theory’s domain?

6. Roles of Theory in Science
Theories have several roles to play in science. These roles include providing an understanding of the phenomena for which they account, providing a basis for prediction, and guiding the direction of research.
(1) Understanding
At the highest level, theories represent a particular way to understand the phenomena with which they deal. To the degree that a theory models an underlying reality, this understanding can be deep and powerful.

(2) Prediction

Even when theories do not provide a fundamental insight into the mechanisms of a behaving system (as descriptive theories do not), they at least can provide a way to predict the behavior of the system under different values of its controlling variables.

(3) Organizing and Interpreting Research Results

A theory can provide a sound framework for organizing and interpreting research results. For example, the results of an experiment designed to test Piaget’s theory will be organized within the existing structure of confi rmatory and disconfirmatory results. This organization is preferable to having a loose conglomeration of results on a topic.

(4) Generating Research
Finally, theories are valuable because they often provide ideas for new research. This is known as the heuristic value of a theory. The heuristic value of a theory is often independent of its validity. A theory can have heuristic value even when it is not supported by subsequent empirical research.

7. Characteristics of A Good Theory
In the history of psychology, many theories have been advanced to explain behavioral phenomena. Some of these theories have stood the test of time, whereas others have fallen by the wayside. Whether or not a theory endures depends on several factors, including the following.
(1) Ability to Account for Data
To be of any value, a theory must account for most of the existing data within its domain. Note that the amount of data is “most” rather than “all” because at least some of the data may in fact be unreliable. A theory can be excused for failing to account for erroneous data.

(2) Explanatory Relevance
A theory also must meet the criterion of explanatory relevance. That is, the explanation for a phenomenon provided by a theory must offer good grounds for believing that the phenomenon would occur under the specified conditions.

(3) Testability
A theory is testable if it is capable of failing some empirical test. That is, the theory specifi es outcomes under particular conditions, and if these outcomes do not occur, then the theory is rejected.

(4) Prediction of Novel Events
A good theory should predict new phenomena. Within its domain, a good theory should predict phenomena beyond those for which the theory was originally designed. Strictly speaking, such predicted phenomena do not have to be new in the sense of not yet observed. Rather, they must be new in the sense that they were not taken into account in the formulation of the theory.

(5) Parsimony
a theory should account for phenomena within its domain in the simplest terms possible and with the fewest assumptions. If there are two competing theories concerning a behavior, the one that explains the behavior in the simplest terms is preferred under the law of parsimony.

Senin, 23 September 2013

Example of Students' Needs Questionnaire

          


          Example of Students' Needs Questionnaire

                                                        Suggested by 

                          David Nunan. 1999 in Second Language Teaching & Learning. 
                                               Boston: Heinle & Heinle Publisher.
==================================================================
Name  :
Class:


Instruction

Circle a number on the right on what you like to learn and how you like to learn. The following key is the indication of your attitude and needs in learning English.

Key:
1.I don’t like this at all
2.I don’t like this very much
3.This is OK
4.I quite like this
5.I like this very much

I. Topics

In my English class, I would like to study topics………………………….
1. about me, my feelings, attitudes, beliefs, etc          1     2    3    4    5
2. from my academic subject: social, science etc       1     2    3    4    5
3. from popular culture: music, film etc                    1     2    3    4    5
4. about current affairs and issues                            1     2    3    4    5
5. that are controversial: underage drinking etc          1     2    3    4    5

II. Methods
In my English class, I would like to learn by……………………………
6. small groups discussion and problem solving          1     2    3    4    5
7. formal language study e.g studying from textbook   1     2    3    4    5
8. listening to the teacher                                          1     2    3    4    5
9. watching videos                                                   1     2    3    4    5
10. doing individual work                                          1     2    3    4    5

III. Language Areas
This year, I most want to improve my……………………………
11. listening                                                            1     2    3    4    5
12. speaking                                                           1     2    3    4    5
13. reading                                                             1     2    3    4    5
14. writing                                                              1     2    3    4    5
15. grammar                                                           1     2    3    4    5
16. pronunciation                                                     1     2    3    4    5

IV. Out of Class
Out of class, I like to ……………………………
17. practice in the independent learning center                   1     2    3    4    5
18. have conversations with native speakers of English       1     2    3    4    5
19. practice Engl;ish with my friends                                1     2    3    4    5
20. collect examples of English that I find interesting/         1     2    3    4    5
      Puzzling
21. watch TV / read newspapers in English                       1     2    3    4    5

V. Assessment
I like to find out how much my English is improving by……………………………
22. having the teacher assess my written works                      1     2    3    4    5
23. having my teacher correct my mistakes in class                 1     2    3    4    5
24. checking my own progress / correcting my own mistakes  1     2    3    4    5
25. being corrected by my fellow students                              1     2    3    4    5
26. seeing if I can use the language in real-life situations           1     2    3    4    5



Minggu, 22 September 2013

Ragam Jenis Penelitian

                            Ragam Jenis Penelitian

Written by Ari Julianto


Penelitian dapat diklasifikasikan menjadi bermacam-macam. Klasifikasi tersebut dapat dilakukan berdasarkan beberapa tinjauan. Secara umum setiap ilmu pengetahuan bertujuan mengembangkan ilmu baru dan secara khusus ilmu pengetahuan bertujuan:
1. menggambarkan (to describe)
2. meramalkan (to predict)
3. mengendalikan (to control)
4. menerangkan (to explain)

Namun, beberapa ahli dan penulis memiliki klasifikasi yang berbeda tergantung dari sudut pandang dan penilaian mereka masing-masing. Berikut rangkuman jenis-jenis penelitian ditinjau dari beragam aspek.
P = Penelitian
R = Research
S = Studi/Study

1. Berdasarkan Bidang Ilmu
a. P. Pendidikan (Educational R.)
b. P. Kedokteran (Medical R.)
c. P. Keperawatan (Nursing R.)
dan sebagainya

2. Berdasarkan Pendekatan dan Bentuk Data
a. P. Kuantitatif (Quantitative R.)
b. P. Kualitatif (Qualitative R.)

3. Berdasarkan Tempat
a. P. Perpustakaan (Library R.)
b. P. Laborartorium (Laboratory R.)
c. P. Lapangan (Field R.)

4. Berdasarkan Pemakaiannya
a. P. Murni (Pure R. or Basic R.)
b. P. Terapan (Applied R.)

5. Berdasarkan Tujuan Umumnya
a. P. Eksploratif (Explorative R.)
b. P. Pengembangan (Developmental R.)
c. P. verifikatif (Verificative R.)

6. Berdasarkan Tarafnya
a. P. Deskriptif (Descriptive R.)
b. P. Analitik    (Analytic R.)

7. Berdasarkan Metode dan Pendekatan Sumber
a. P. Longitudinal(Longitudinal R.)
b. P. penampang-silang (Cross-sectional R.)

8. Menurut Pembentukan Ilmu
a. P. Induktif (Inductive R.)
b. P. Deduktif (Deductive R.)

9. Menurut Paradigma Keilmuan
a. P. Positivisme (Positivism R.)
b. P. Rasionalisme (Rationalism R.)
c. P. Fenomenologi (Phenomenology R.)

10. Menurut Strategi dan jenis data
a. P. Opini (Opinion R.)
b. P. Empiris (Emphirical R.)
c. P. Kearsipan (Archival R.)
d. P. Analitis (Analytical R.)

11. Menurut Sumbernya
a. P.Historis (Historical R.)
b. P.Deskriptif  (Descriptive R.)
c. P.Perkembangan (Developmental R.)
d. S.Kasus/Lapangan (Field/Case S.)
e. P.Korelasional (Correlational R.)
f. P.Eksperimental sungguhan Real Experimental R.)
g. P.Eksperimental semu (Quasi Experimental R.)
h. P.Kausal-komparatif (Causal Comprative R.)
i. P.Tindakan (Action R.)

12. Berdasarkan Karakteristik Masalah
a. P. Historis (Historical R.)
b. P. Desktriptif  (Descriptive R.)
c. Studi kasus lapangan (Field/Case S.)
d. P.Korelasional (Correlational R.)
e. P.Kausal-komparatif (Causal Comparative R.)
f. P.Eksperimen (Experimental R.)

13. Menurut Tingkat Eksplanasi
a. P. Deskriptif (Descriptive R.)
b. P. Komparatif(Comparative R.)
c. P. Asosiatif (Associative R.)

14. Menurut Caranya
a.P. Operasional (Operational R.)
b.P. Tindakan (Action R.)
c.P. Eksperimen (Experimental R.)

15. Menurut Metodenya
a. P. Survei (Survey R.)
b. P. Eksperimen (Experimental R.)
c. P. Expose Facto
d. P. Naturalistik/Alamiah
e. P. Tindakan (Action R.)
f. P. Evaluasi (Evaluation R.)
g. P. Kebijakan (Judisficational R.)
h. P. Sejarah (Historical R.)

16. Menurut Saat Terjadi Variabel   
a. P. Historis (Historical R.)
b. P. Ekspos Facto (Expose Facto R.)
c. P. Eksperimen (Experimental R.)

17. Menurut Manfaat Penelitian
a. P. Dasar/ Murni (Basic/Pure R.)
b. P. Terapan (Applied R.)
   (1) P. Tindakan (Action R.)
   (2) P. Evaluatif (Evaluative R.)
   (3) P. Formatif (Formative R.)
   (4) P. Sumatif (Summative R.)

18. Waktu Penelitian
a. P. Cross Sectional
b. P. Longitudinal/Time Series
   (1). Panel S.
   (2). Time Series
   (3) Cohort S.

19. Teknik Pengumpulan Data
a. Data Kuantitatif (Quantitative R.)
   (1) P. Eksperimen (Experimental R.)
   (2) P. Survei (Survey R.)
   (3) P. Analisis isi (Content analisis R.)
   (4) P. Existing statistic
b. Data Kualitatif (Qualitative R.)
   (1). P. Lapangan (field research)
   (2). P. Sejarah (Historical R.)

(Dikutip dan disimpulkan dari beragam sumber literatur)

Demikianlah pembahasan kita kali ini. Semoga bermanfaat. Amien.

Sabtu, 21 September 2013

Kinanthi's Social Vulnerability in Tasaro GK's Novel Kinanthi - Terlahir Kembali (2)

Tasaro GK
Kinanthi's Social Vulnerability in Tasaro GK's Novel Kinanthi - Terlahir Kembali (2)

Written by Ari Julianto







III. The Indicators of Kinanthi’s Social Vulnerability
In this study, the word ‘indicator’ means a pointer or an index. Some broad indicators appear repeatedly in social vulnerability analyses, although it is possible to choose different proxies for each indicator. The vulnerability indicators used in this study are gender, race and age.
Rygel (2006: 748) states that in general, poor people living in vulnerability more vulnerable than the wealthy to disasters as well as gender, race and age. Of the various institutional environments that tend to sustain a multitude of economic barriers to different groups, it is discrimination based on race and gender that create the most insidious obstructions.

1. Age
United Nations (2008: 71) describes that children should not be treated merely as small adults: they are uniquely vulnerable in ways that differ from the vulnerability of adults. They are vulnerable to the demands and expectations of those in authority, including their parents, extended family and teachers. Physically, they are not able to protect themselves.

a. Vulnerable at teen’s period
At teenager period, Kinanthi experiences a very difficult life. This is actually the beginning of her social vulnerability. Her real age is fourteen, but it is faked three years older so that it will be easy for her agent to sell Kinanthi to a new employer. This is revealed when she is in KBRI (Embassy of Indonesian Republic).

2. Race
Fothergill (2004: 95) describes that discrimination also plays a major role in increasing the vulnerability of racial and ethnic minorities. In particular, real estate discrimination may confine minorities to certain hazard-prone areas or hinder minorities in obtaining policies with more-reliable insurance companies. When minorities are immigrants from non-English-speaking countries, language difficulties can greatly increase vulnerability to a disaster.

United Nations (2008: 74) describes that the status of an individual within his or her environment, whether that status is defined through formal systems (such as a legal system) or informal systems, creates different levels of vulnerability.

a. Discriminated by Arabian employers
Saudi Arabia is a rich and wealthy country and the condition is contrary to Indonesia. Although Saudi Arabia and Indonesia are Moslems countries, the race between them shows that there is discrimination. Kinanthi feels that she has been discriminated for her status and ethnic.

The discrimination for being an Indonesian maid who works in Saudi Arabia that Kinanthi has either in Saudi, Kuwait or in America makes her vulnerable in social life. This condition becomes worse when she gets torture, evil deeds and even having without payment.

3.Gender
United Nations (2008: 72) describes that women are vulnerable because they are frequently excluded from mainstream economic and social systems, such as employment, higher education, and legal as well as political parity. They are often the hidden victims of war and conflict, and this vulnerability extends to their status as displaced persons or refugees. It is also arguably exacerbated by their “relatively unequal” (secondary) status in the family and society more generally. Women are vulnerable to rape, domestic violence, harmful traditional practices, trafficking and lack of or limited access to resources. Many of these gender-based conditions of vulnerability are linked to social and cultural conditions.

a. Vulnerable as a young girl
Being a young girl is a vulnerable condition for Kinanthi especially supported by her poverty, background and ethnics. She experiences many painful life that ends in America. Miranda, a volunteer who works in America many years sees that Kinanthi as a young girl feels a deeply social vulnerability aAs a young girl, Kinanthi also feels vulnerable and she has to follow her destiny after losing her only best friend in Bandung, Euis. This condition brings vulnerability for Kinanthi.

IV. Reference
Aysan, Y. F. 1993. Keynote Paper: Vulnerability Assessment. In: P. Merriman and C. Browitt, eds., Natural Disasters: Protecting Vulnerable Communities, pp. 1-14.

Adger, W. Neil. 1998. Indicators Of Social And Economic Vulnerability To Climate Change In Vietnam. Working Paper. Centre for Social and Economic Research on the Global Environment University of East Anglia and University College London.

Blaikie, P. et al.1994. At Risk: Natural Hazards, People’s Vulnerability, and Disasters. New York: Routledge.

Editorial Team. 1992. The American Heritage Dictionary of The English Language. Third Edition. Boston: Houghton Miffin.

Fothergill, A. and Peek, L.A. 2004. Poverty And Disasters In The United States: A review of recent sociological findings, Natural Hazards 32, 89–110.

Luthar, S. S., and Zigler, E. 1991. Vulnerability and Competence: A review of research on resilience in childhood. American Journal of Orthopsychiatry, 61, 6–22.

Roecklenein, J.E. 2006. Elsevier's Dictionary of Psychological Theories. Netherland: Elsevier B.V.

Rygel, Lisa et al. 2006. A Method For Constructing A Social Vulnerability Index: an application to hurricane storm surges in a developed country. Mitigation and adaptation strategies for global change.741–764. Springer.

Tasaro, GK. 2012. Kinanthi - Terlahir Kembali.Bentang Pustaka: Yogyakarta.

United Nations. 2008. An Introduction to Human Trafficking: Vulnerability, Impact and Action. New York: UNODC.

I hope today's posting will be useful for all of us. Amien.

Kinanthi's Social Vulnerability in Tasaro GK's Novel Kinanthi - Terlahir Kembali (1)

Tasaro GK's Kinanthi - Terlahir Kembali
Kinanthi's Social Vulnerability in Tasaro GK's Novel Kinanthi - Terlahir Kembali (1)

Written by Ari Julianto








I. Preface
The first time I saw the cover of Kinanthi - Terlahir Kembali novel written by Tasaro GK, I had no idea what the interesting side I could find in it since the illustration of the cover which is dominated in red colour, is just like a novel for kids.

There are a boy on the left and a girl on the right with different backgrounds beside them. Both are looking at the sky.  My interest came after I read the moment when Kinanthi's parents exchanged or I can say it 'sold' Kinanthi to one of her father's friends just for 50 kg of rice because of their poverty. Then, I tried to finish reading this novel which is written by a successful writer that (honestly) none of his works I have read before.

When I finish reading this novel, I thought to myself that this is a potrait of an Indonesia woman whose childhood grabbed by the poverty of the family. Indeed, Tasaro GK is a successful writer. This I could see from the beautiful words he chose in expressing certain situation and condition.

I tried to analyze the content of this novel and finally I could draw that Kinanthi's social vulnerability can be used as the topic of a literature research. In analyzing this novel I tried to reveal the causes and the indicators of Kinanthi's social vulnerability. I did not analyze the sadness aspect because since the beginning until the end of this novel, I found the sadness aspect covers Kinanthi's life.Here are the findings that I could draw from this novel.

II. The Causes of Kinanthi’s Social Vulnerability
Aysan (1993: 10) describes that the causes of social vulnerability include rapid population growth, poverty and hunger, poor health, low levels of education, fragile and hazardous location, and lack of access to resources and services, including knowledge and technological means, disintegration of social patterns (social vulnerability). Other causes include; stress, depressions, hazards and loss.

1.Poverty
Adger (1998: 7) and Blaikie et al. (1994: 48) describe that poverty is an important aspect of vulnerability because of its direct association with access to resources which affects both baseline vulnerability and coping from the impacts of extreme events. It is argued here that the incidence of poverty, as observed through the quantifiable indicator of income, is a relevant proxy for access to resources, in its multi-faceted forms.

a. Kinanthi is sold for 50 Kg of rice
Having a father who is a jobless and only likes gambling, the life of Kinanthi’s family is difficult to fight against the poverty. Kinanthi has only one sibling, a younger brother to take care of whose name is Hasto. Although there are only two of them, fighting against poverty is very difficult for her parents. The difficult life in a village where Kinanthis’ family live in and supported by the unemployment of her father brings to a poverty life. The poverty itself made her parents to sell her only for fifty kilogram of rice.

The decision to sell Kinanthi to Mas Edi, a friend of Kinanthi’s father in Bandung is the main reason for this family as the form of social vulnerability.  Kinanthi realizes and still remembers how her parents sold her to her father’s friend just for fifty kilogram of rice because of their poverty. She told about her poverty when she is in American Court.

b. Kinanthi becomes a maid for Arabian families
After the accident of Gesit suicide (Kinanthi’s senior in school), Mr. Edi and his wife judged her that she cannot be relied on for their difficult life. Mr. Edi and his wife had a difficult life where they cannot support Kinanthi for her daily needs. For that reason, they have a plan to sell Kinanthi to be a maid in Saudi Arabia.

Selling Kiannthi to other side of her life happens again. This time because of the difficult life or poverty in Mr. Edi's family, he and his wife sold her to an illegal agent for maids who recruit women working as maids  in Saudi Arabia. For this reason, the writer concludes that sending Kinanthi to Arab Saudi as a maid is another trigger from poverty.

2. Stress
Luthar and Zigler (1991: 20) state that socioeconomic factors have also been implicated in stress, in those variables such as low maternal educational status or membership in an ethnic minority group may reflect stressful living circumstances.

a. Stressed after nearly raped
Gesit is Kinanthi’s senior friend in school. Kinanthi never thinks that this young boy has a desire to rape her one day. Kinanthi is very young to understand anything that adults usually do. Gesit’s effort to rape her makes Kinanthi in a very stress condition. She has been silent for many weeks.

Kinanthi tries to express her stressful feeling by writing a letter to Ajuj, her boyfriend in Gunung Kidul. Kinanthi always sent letters to express her feeeling after being sold by her parents. Although she never get any reply from Ajuz, Kinanthi keeps on writing and sending letters to Ajuz every time she feels in trouble and stress.

b. Stressed after being tortured
Having some bad Arabian employers has made Kinanthi becomes vulnerable. A lady employer even tortured her badly. This woman even has an evil wish to make Kinanthi’s life worse and stress by having taking a revenge for her.

Torture by torture and even being abused and raped by evil Arabian employers many times is very difficult for Kinanthi to remember those stressful events. In American court, Kinanthi tried hard to retell what has happened to her to the people who attend in the court.

3. Depression
Roecklenein (2006: 154) describes that in general, depression is a mood state characterized by a sense of inadequacy, feelings of despondency, sadness, pessimism, and decrease in activity or reactivity. Depressive disorders involve a spectrum of psychological dysfunctions that vary in frequency, duration, and severity. At one end of the continuum is the experience of normal depression (a transient period, usually lasting no longer than two weeks), consisting of fatigue and sadness, and precipitated by identifiable stressors.

a. Depressed after being abused
After being tortured and abused by her evil Arabian employers either in Saudi, Kuwait or in America, Kinanthi has a very deep depression. It is hard for her to face the real life living abroad. The city where she lives in even can open her old bad memory.

4.Hazard
Blaikie et al. (1994: 61) states that vulnerability is a relative and specific term, always implying vulnerability to a particular hazard. A person may be vulnerable to loss of property or life from floods but not to drought. The first research theme examines the source (or potential exposure or risk) of biophysical or technological hazards.

a.Earthquake in Bantul
Gunung Kidul is located near Bantul in Daerah Istimewa Yogyakarta province. When Kinanthi is in Gunung Kidul after being a successful woman, Bantul hits a hazrd in the form of a big earthquake. The earthquake affects the place where Kinanthis’ parents and even her boyfriend Ajuj’s live.

The hazard occurs in Gunung Kidul affects the life of Kinanthi’s boyfriend, Ajuj. Ajuj’s life is in danger. He is one of the several victims in that hazard or earthquake. Kiannthi feels worries so much after knowing that her boyfriend has become one of the victims in the hazard or earthquake.

5. Loss   
Based on Editorial Team (1992: 4280) in The American Heritage Dictionary of The English Language, the word of Loss is defined as ‘the act or an instance of losing, the condition of being deprived or bereaved of something or someone, the amount of something lost, the harm or suffering and caused by losing or being lost’.

a. Losing her best friend, Euis
After being sold by her parents to Mr. Edi, Kinanthi lives peacefully in Bandung. But the terrible thing happens after her only best friend in school, Euis found died because of robbery. Her dead body was found near a merket in Bandung. Losing her only best friend surely has made Kinanthi becomes vulnerable.

b. Losing her boyfriend for 20 years
Ajuz is the only person who always in Kinanthi’s mind. She will never forget him. Ajuz has becomes a soul mate for her. But since she was sold by her parents and moved to Bandung, she lost contact with Ajuz. Twenty years losing her boyfriend has made Kinanthi vulnerable. This feeling is shown when Kinanthi meets Ajuz for the first time after twenty years.

to be continued

Jumat, 20 September 2013

Hakikat Skripsi

Hakikat Skripsi

Written by Ari Julianto


Perguruan Tinggi adalah bagian dari sistem pendidikan nasional Indonesia dan merupakan lembaga pendidikan formal yang mempersiapkan Sumber Daya Manusia (SDM) dari level Sekolah
Menengah Umum menuju Pendidikan Tinggi dengan tingkat kemampuan analisis dan pemahaman yang lebih tinggi dari sebelumnya. Perguruan Tinggi menentukan salah satu standar kelulusan mahasiswa untuk memperoleh gelar Strata 1 (S1) adalah dalam bentuk penyusunan tugas akhir atau skripsi.

Tujuan penulisan skripsi tersebut adalah sebagai sarana pelatihan bagi mahasiswa dalam menulis karya ilmiah dengan mengikuti metode penelitian yang benar dan kaidah tata bahasa penulisan ilmiah..

Secara umum, Skripsi didefinisikan sebagai penulisan karya ilmiah berisi hasil studi literatur, studi kasus, studi perbandingan, hasil percobaan yang dilaksanakan baik di laboratorium maupun dilapangan yang disusun secara sistematis berdasarkan ketentuan metode penelitian ilmiah.

Secara khusus Skripsi dapat diartikan sebagai karya tulis yang disusun oleh seorang mahasiswa yang telah menyelesaikan jumlah Sistem Kredit semester (SKS) yang disyaratkan, dengan dibimbing oleh dosen pembimbing, sebagai salah satu persyaratan untuk mencapai gelar pendidikan Strata 1 (S1) atau Sarjana.

Penulisan skripsi ini dimaksudkan sebagai pelatihan bagi mahasiswa untuk menuangkan gagasannya dalam bentuk sebuah karya ilmiah.

Tujuan penulisan skripsi adalah
1. Agar mahasiswa membuktikan kemampuannya dalam menghasilkan suatu sumbangan mandiri dengan menerapkan ilmu yang telah dimilikinya dari kuliah-kuliah, praktikum, kerja praktek/magang dan kegiatan lainnya.
2. Untuk menilai kemampuan mahasiswa dalam memecahkan masalah secara ilmiah atas topik atau pokok bahasan yang sesuai dengan aturan program studi masingmasing.
3. Untuk menilai keterampilan dan kemampuan mahasiswa dalam menerapkan metode penelitian secara benar.
4. Untuk menilai kemampuan mahasiswa dalam melakukan penalaran secara logis.
5. Dapat menuangkan penalaran logis secara sistematis dan terstruktur.

Isi dari penulisan skripsi diharapkan memenuhi aspek-aspek
1. Relevan dengan jurusan dari mahasiswa yang bersangkutan.
2. Mempunyai pokok permasalahan yang jelas.
3. Masalah dibatasi, sesempit mungkin.

Dalam penulisan skripsi atau tugas akhir tersebut, mahasiswa harus mampu mentaati norma-norma akademik sebagai berikut:
1. Keaslian
Yaitu mahasiswa dapat menghargai hasil kerja diri sendiri sehingga mahasiswa mampu menghargai hak cipta secara umum.

2. Keterpaduan
Yaitu mahasiswa mampu memahami keterpaduan materi-materi kuliah sesuai dengan kurikulum pendidikan yang diperoleh.

3. Kedalaman
yaitu mahasiswa memiliki keahlian dalam suatu bidang keilmuan yang dimilikinya.

4. Kemanfaatan
Yaitu mahasiswa dapat memberikan kontribusi teoritis ataupun praktis baik pada bidang ilmu yang ditekuni ataupun bagi masyarakat yang lebih luas.

Semoga pembahasan kali ini bermanfaat bagi kita semua. Amien.

PENDAFTARAN CPNS TAPTENG MULAI TGL 23 September - 4Oktober.

Pemerintahan Daerah Kabupaten Tapanuli Tengah yang terdapat di wilayah Sumatera Utara ini termasuk salah satu instansi Pemda yang merekrut Cpns tahun anggaran 2013. Resminya Kabupaten Tapanuli Tengah ini membuka lamaran seleksi Cpns 2013 karena terdapat dalam list instansi daerah yang turut merekrut Cpns baru, yang dipublikasikan oleh Pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB).

Pasca moratorium penerimaan calon pegawai negeri sipil (CPNS) berakhir, memang beberapa daerah di Sumut Segera mempersiapkan penerimaan Cpns baru untuk mengisi formasi yang lowong di Pemerintahan Daerah. Ya, kami dari team Cpns.biz berkeyakinan bahwa, membuka seleksi penerimaan Cpns adalah boleh saja. Artinya terbuka untuk daerah yang memiliki anggaran belanja pegawainya di bawah 50 persen dari total pendapatan belanja daerah (APBD). Walaupun Pemda ini sudah dipastikan menggelar seleksi Cpns namun info pendaftaran tampaknya masih dipersiapkan. Atau kami persilakan Anda mengecek situs resmi Pemda yang bersangkutan.

Sebagai informasi bahwa anggaran sektor publik Kabupaten Tapanuli Tengah yaitu di bawah 50 persen. Terkait formasi Cpns pendaftar umum Kabupaten Tapanuli Tengah yaitu 35 (jumlah sementara). Kabupaten Tapanuli Tengah juga akan menggelar seleksi bagi pegawai honorer kategori 2(K2) sebanyak 605 orang.

Untuk diketahui bahwa Pemprovsu ditunjuk sebagai koordinator proses seleksi CPNS di Sumatera Utara, dimana sesuai kesepakatan bersama beberapa kab kota yang melaksanakan penerimaan ditetapkan tahapan penerimaan CPNS diawali dengan pengumuman yang dimulai 20 September -1 Oktober. Pendaftaran pada 23 September-4 Oktober dan pelaksanaan ujian yang serentak pada 3 November 2013 bagi pelamar umum dan kategori II.

Untuk kategori umum bagi seleksi Pemprovsu dan seluruh kabupaten kota soal dipersiapkan oleh konsorsium 15 perguruan tinggi negeri dimana master soal diserahkan ke Pemprovsu mulai 5-11 Oktober 2013. Pemprov Sumut menyerahkan proses pencetakan soal kepada Universitas Sumatera Utara. Sedangkan LJK dipersiapkan oleh pusat dan khusus kategori II soal dan LJK semuanya dipersiapakan pusat. "Selesai ujian, sisa LJK dikembalikan ke pusat. Hasil ujian dibawa ke pusat dan diperiksa di sana.

Untuk pengumuman rangking, panitia seleksi pusat akan menyerahkan kepada Gubsu untuk ditandatangani dan selanjutnya diserahkan kembali ke panitia pusat untuk diperiksa kembali dan akan diumumkan di situs pemerintahan resmi.

Demikian info sementara Penerimaan Cpns Kabupaten Tapanuli Tengah tahun anggaran 2013, semoga bermanfaat! Amin Ya Allah Ya Rabbal Alamin!


sumber : www.cpns.biz
Copyright © 2013 Cpns.biz all rights reserved

Kamis, 19 September 2013

hubungan suami istri dalam islam



Akhlak Perkawinan dan Hubungan Suami-Istri
Sumber: www.sinaragama.org
Mukaddimah

Sebelum saya tuliskan akhlak khusus berkenaan dengan berhubungan dalam keluarga ini, perlu kiranya saya tuliskan satu dua point sebagai catatan secara umum:

1- Tulisan ini saya tulis sebagai hadiah perkawinan Muhammad Takbir yang akan berlangsung pada hari Kamis, 20/Jumaadi al-Tsaaniy/1423 H., 29/Agustus/2002, insya-Allah. Semoga ia selalu dilindungi Tuhan, dan ditunjuki ke jalanNya yang sesungguhnya, bukan ke jalan yang kelihatan jalanNya, amin. Semoga tulisan ini bermamfaat untuk kedua mempelai, dan mempelai-mempelai lain, baik yang sudah menikah atau akan segera menikah. Sebaiknya tulisan ini tidak diberikan kecuali kepada yang sudah menikah atau akan segera menikah alias sudah tertentukan harinya.

2- Semua perbuatan ( bentuk berhubungan ) yang dikatakan akan memiliki akibat tertentu dalam akhlak ini, bukanlah suatu sebab-sempurna atau lengkap bagi akibat yang akan ditimbulkan terhadapnya, yakni akibat yang disebutkan di dalam hadits-berhubungan berikut ini. Jadi akibat tersebut tidak mesti terjadi. Namun demikian ianya layak sekali untuk diperhatikan. Sebab kita tidak tahu terhadap adanya sebab-sebab yang lain yang dapat melengkapi sebab yang disebutkan dalam hadits-berhubungan ini. Oleh karenanya lengkapilah sebab yang bisa menimbulkan kebaikan yang telah disebutkan dalam hadits-berhubungan ini, seperti berhubungan di malam Jum'at menjelang adzan subuh bisa membuat anaknya menjadi wali, dengan perbuatan-perbuatan atau sebab-sebab pelengkap lainnya, seperti memberi anaknya harta halal, mendoakannya, mendidiknya dengan pendidikan Islam yang Islam ( bukan Islam yang kelihatan Islam, atau bukan Ahlulbait yang kelihatan Ahlulbait ). Begitu pula kurangilah sebab-sebab yang bisa melengkapi sebab ( perbuatan/berhubungan/sex ) yang bisa menimbulkan keburukan sebagaimana yang telah tertera dalam hadits-berhubungan ini, seperti kalau berbicara ( kecuali dzikir ) dikala berhubungan anaknya bisa bisu, baik dengan mengisi perbuatan-perbuatan baik seperti mengucap/memperbanyak shalawat atau bersedekah ( dimana keduanya bisa menghilangkan balak dan bencana ), atau mengurangi perbuatan buruk lainnya, baik yang haram atau makruh.

3- Larangan yang ada pada akhlak-berhubugan ini, bukan larangan yang berupa keharaman. Maksimalnya makruh. Tapi, sebagaimana maklum, bisa mengakibatkan hal-hal yang tidak diinginkan, baik bagi kehidupan rumah tangga yang bersangkutan atau bagi anak keturunan yang akan dilahirkan, sebagaimana yang akan dirinci di bawah ini.

4- Kalaulah pembaca tulisan ini ingin melanggar larangan-akhlak ( bukan fiqih/haram ) yang tercantum di tulisan ini, maka sangat saya anjurkan bahwasannya disamping melakukan anjuran-anjuran di atas, ianya juga hendaknya melakukan larangan-larangan itu tidak pada waktu-waktu ingin memiliki keturunan. Yakni usahakanlah untuk mencegah kehamilan dari hubungannya yang diiringi dengan larangan-akhlak itu, supaya kalau terjadi sesuatu, anaknya tidak jadi korban perbuatan orang tuanya, sekalipun sekali lagi, sebab-sebab ini bukanlah sebab-lengkap bagi terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan itu, sehingga dikatakan bahwa hal tersebut semacam dosa warisan. Tapi setidaknya bisa mempersulit anaknya untuk menjadi orang baik, baik secara langsung karena efek dari larangan-akhlak itu memang berhubungan dengan akhlak atau kejiwaan anak yang akan dilahirkannya, atau tidak langsung karena efek dari larangan-akhlak itu berhubungan dengan badan anak yang akan dilahirkannya, misalnya menjadi buta dimana membuatnya susah mencari ilmu sebagai modal menjadi orang baik. Hal ini bukan dosa warisan. Bahkan persis seperti kalau orang tuanya tidak memberi anaknya pendidikan yang bagus, harta yang halal, dll.. Semua itu adalah sebab yang belum lengkap yang bisa melahirkan akibatnya secara pasti. Anaknyalah yang akan melengkapinya nanti dengan ikhtiarnya sendiri, atau bahkan ia-lah yang akan menghindari akibat yang telah diprediksikan itu dengan menghindari sebab-sebab lainnya yang dapat melengkapi sebab pertama yang dilakukan orang tuanya. Inilah makna sabda nabi Muhammad saww. yang mengatakan bahwasannya anak itu ibarat kertas putih dimana orang tuanyalah yang dapat menuliskan sesuatu ke atasnya, apakah ia akan dijadikan Islam, Masehi atau Majusi. Sekali lagi, hal ini bukan dosa turunan, tapi sebagai salah satu sebab dari warna kehidupan seorang anak yang akan dijalani di kemudian hari atau bahkan hari ini, dengan ikhtiarnya sendiri, hal mana sebab tersebut merupakan hal yang tidak bisa tidak harus dijalani dan dilewatinya. Persis sebagaimana ketika kita memiliki tetangga atau lingkungan yang berakhlak buruk dimana akan dapat mempengaruhi kita dan keturunan kita untuk menjadi buruk juga. Inilah ujian dunia dan tantangan yang harus dijalani para kaula manusia.

5- Akhlak berhubungan yang akan saya tulis di sini terdiri dari dua bentuk, fiqih dan akhlak. Yang fiqih umum disebut di buku-buku fiqih ( dan saya ambil dari Tahriru al-Wasilah, karangan imam Khumainiy ra. ), sedang yang akhlak diambil dari kitab Makaarimu al-Akhlaak. Keduanya tidak bertentangan, tapi larangan-akhlak belum tentu bermakna makruh. Begitu pula, fiqih dan akhlak yang akan saya sebutkan ini, tidak hanya menyangkut berhubungannya secara langsung, tapi juga hal-hal yang menyangkut hari atau malam perkawinan.

6- Kalau di dalam akhlak-berhubungan ini disebutkan tentang bulan atau tanggal, maka yang dimaksudkan adalah bulan dan tanggalan Hijriah.

Kesunnahan Perkawinan
Disunnahkan melakukan pernikahan dalam beberapa kondisi di bawah ini:

1- Disaksikan orang-orang.

2- Pembacaan akad nikahnya di depan umum.

 3- Sebelum membaca akad nikah disunnahkan untuk melakukan Khuthbah nikah yang meliputi, puji syukur, shalawat atas Nabi saww dan Ahlulbaitnya as., membaca syahadatain, mengajak kepada ketaqwaan pada hadirin, mendoakan kedua mempelai.

4- Melakukan akad nikahnya di malam hari.

5- Mengadakan selamatan atau walimah pada hari/malam perkawinannya.

6- Mengambil wudhu sebelum berhubungan dan shalat dua rokaat serta membaca shalawat dan doa seperti: "Alloohumma Urzuqni Ilfahaa wa Wuddahaa wa Ridhoohaa Biy wa Ardhiniy Bihaa wa Ijma' Bainanaa bi Ahsani Ijtimaa'in wa Aisari I'tilaafin Fainnaka Tuhibbu al-Halaal wa Tukrihu al-Haroom" ( Ya Allah, rejekihilah aku dengan persahabatan, kasih/cinta dan ridhanya. Dan jadikanlah aku ridha kepadanya. Persatukanlah kami dengan sebaik-baik persatuan dan semudah-mudah pergaulan. Sesungguhnya Engkau menyukai yang halal dan membenci yang haram ).

7- Memegang dahi istrinya sambil menghadap Kiblat dan membaca doa: "Allohumma 'Ala Kitaabika Tazawwajtuhaa wa fi Amaanatika Akhadztuhaa wa bikalimaatika Istahlaltu Farjahaa Fa in Qodhoita fi Rahimihaa Syaian Faj'alhu Musliman Sawiyyan wa La Taj'alhu Syirka al-Syaithoon" ( Ya Allaah, aku telah mengawininya sesuai dengan kitabMu, dalam pengamananMu. Dan dengan firman-firmanMu telah aku halalkan dirinya. Oleh karenanya, seandainya akan Engkau taqdirkan di rahimnya sesuatu, maka jadikanlah ia seorang muslim dan tak kurang suatu apapun serta janganlah dijadikan sekutu syetan. )


Kemakruhan Perkawinan
Disamping ada hari-hari yang disunnahkan untuk melakukan pernikahan, ada juga hari-hari yang dimakruhkan, diantaranya sebagai berikut:

1- Pada malam terakhir pada setiap bulannya.
2- Di hari-hari nahas, yaitu tanggal 3, 5, 13, 16, 21, 24, dan 25.


Kesunnahan Berhubungan
Ada beberapa kesunnahan dalam melakukan hubungan suami-istri:

1- Mengucap Bismillahirohmaanirrahiim.
2- Berwudhu terlebih dahulu, khususnya ketika istrinya sudah hamil.
3- Melakukannya di malam-malam, Senin, Selasa, Kamis dan Jum'at. Begitu pula di waktu Dhuhur hari Kamis, dan setelah 'Ashar di hari Jum'at.


Kemakruhan Berhubungan
Sebagaimana ada kesunnahan dalam berhubungan, ada pula kemakruhannya, diantaranya sebagai berikut:

1- Malam dimana terjadi gerhana bulan atau siangnya terjadi gerhana matahari, angin taupan, atau gempa bumi.

2- Di waktu tenggelam matahari sebelum hilangnya mega merah.

3- Setelah terbit fajar shadiq dan sebelum matahari terbit.

4- Di malam pertama, tengah dan akhir setiap bulan ( Hijriah ), kecuali awal malam bulan Ramadhan.

5- Malam Rabo, 'Ied Fitri dan Adhha.

6- Di perjalanan yang tidak memiliki air untuk mandi.

7- Bertelanjang bulat.

8- Setelah mimpi junub dan sebelum mandi karenanya.

9- Menghadap atau membelakangi Kiblat.

10- Di atas perahu.

11- Sambil berbicara kecuali dzikir.

12- Dikala perut kenyang.

13- Dengan berdiri.

14- Di bawah langit ( tidak beratap ).

15- Di bawah pohon yang berbuah.

16- Membersihkan/mengusap dengan satu sapu tangan/tissu untuk berdua.


Akhlak Perkawinan dan Berhubungan
Akhlak ini diambil dari nasihat Rasulullah saww. kepada imam Ali as. Sebagiannya telah disebutkan dalam kesunnahan di atas. Jadi tidak perlu lagi saya sebutkan di sini. Sedang yang belum saya sebutkan, diantaranya, adalah sebagai berikut:

1- Membasuh kedua kaki istrinya dan air basuhannya itu disiramkan dari pintu rumah ke dalam. Hal ini bisa menghindarkan diri dari tujuh puluh macam kemiskinan, penyakit gila dari istrinya, lepra dan kusta . Dapat memasukkan tujuh puluh macam kekayaan, berakah dan rahmat.

2- Mencegah istri pada minggu pertama untuk meminum susu dan makan apel yang masam, cuka Kazburah, karena bisa mengakibatkan kemandulan.

3- Tidak berhubungan di malam awal, tengah dan akhir bulan pada setiap bulan. Karena bisa menyebabkan timbulnya penyakit gila, lepra dan Khobal ( kegilaan ) pada istri atau anaknya.

4- Tidak berhubungan setelah dhuhur, karena bisa membuat anaknya juling.

5- Tidak berhubungan sambil berbicara ( kecuali dzikir ), karena bisa menyebabkan kebisuan pada anaknya.

6- Tidak melihat kemaluan keika berhubungan ( bukan sebelumnya ), karena bisa menyebabkan kebutaan pada anaknya.

7- Tidak berhubungan dengan syahwat atau nafsu yang timbul karena orang lain ( misalnya mengkhayalkan orang lain ), karena bisa menyebabkan anaknya menjadi bencong dan kegila-gilaan.

8- Tidak membersihkan/mengelap dengan satu sapu tangan atau tissu, karena bisa menyebabkan pertengkaran.

9- Tidak berhubungan dengan berdiri, karena bisa membuat anaknya suka kencing di tempat tidur.

10- Tidak berhubungan di malam 'Ied Fitri, karena bisa menyebabkan anaknya berperangai buruk.

11- Tidak berhubungan di malam 'Ied Kurban, karena bisa menyebabkan anaknya memiliki empat atau enam jari.

12- Tidak berhubungan di bawah pohon yang sedang berbuah, karena bisa membuat anaknya jadi tukang pukul, bunuh dan tenung.

13- Tidak berhubungan di bawah sinar matahari, karena bisa membuat anaknya miskin, menderita sampai mati.

14- Tidak berhubungan di waktu antara adzan dan iqomah, karena bisa membuat anaknya suka menumpahkan darah.

15- Tidak berhubungan dikala istrinya hamil kecuali dengan berwudhu' terlebih dahulu, karena hal itu bisa menyebabkan anaknya mati hati dan bakhil/kikir.

16- Tidak berhubungan di malam pertengahan bulan Sya'ban, karena bisa menyebabkan anaknya buruk/keji.

17- Tidak berhubungan di malam dua hari terakhir setiap bulan, karena bisa menyebabkan anaknya penolong kezaliman dan menyebabkan mati/hancurnya sebagian orang.

18- Tidak berhubungan di atas atap ( di beberapa negeri atap rumah dibuat datar ), karena bisa membuat anaknya jadi munafik, riya' dan tukang bid'ah.

19- Tidak berhubungan di malam pertama pada waktu bepergian, karena bisa membuat anaknya menggunakan hartanya di jalan yang tidak benar.

20- Tidak berhubungan di perjalanan kalau perjalanannya itu hanya memakan waktu tiga hari, karena bisa membuat anaknya menjadi penolong kezaliman.

21- Berhubungan di malam Senin, karena bisa membuat anaknya hafal al-Qur an dan ridha terhadap pemberian Tuhannya.

22- Berhubungan di malam Selasa, karena bisa membuat anaknya mendapatkan kesyahidan setelah syahadah/kesaksian terhadap tiadanya tuhan kecuali Allah dan Muhammad utusan Allah. Begitu pula Allah tidak akan mengazabnya bersama orang-orang musyrik. Bau mulutnya harum, hatinya penuh kasih sayang dan pemurah. Begitu mulutnya bersih dari gunjingan, kebohongan dan fitnahan.

23- Berhubungan di malam Kamis, karena akan membuat anaknya bisa menjadi ulama' atau pejabat pemerintahan.

24- Berhubungan di hari Kamis dikala matahari condong, karena membuat anaknya tidak didekati syetan sampai tua dan menjadi orang yang mengerti. Begitu pula Allah akan memberinya keselamatan di dunia dan akhirat.

25- Berhubungan di malam Jum'at, karena bisa membuat anaknya pandai pidato.

26- Berhubungan setelah ashar di hari Jum'at, karena bisa membuat anaknya menjadi terkenal dan alim.

27- Berhubungan di akhir waktu Isya' di malam Jum'at, karena bisa membuat anaknya menjadi Abdaal ( salah satu derajat kewalian ).
28- Tidak berhubungan di awal malam pada setiap malamnya, karena bisa membuat anaknya menjadi tukang sihir.


Sampai di sini tulisan yang sederhana ini, semoga bermamfaat bagi yang membacanya, amin. Tentu saja saya tidak menulis semua hal-hal yang berhubungan dengan akhlak-berhubungan ini, dan tidak pula menulis semua danpak dan efeknya. Semoga kesalahan dan kekurangannya diampuni Allah yang Maha Pemurah.

Selesai ditulis pada hari Senin 26/Agustus/2002, jam 01.00 WIR, atau 04.30 mks.

Tertanda, paling hinanya makhluk Tuhan

wassalam